Hari ini Genjo sedikit panik, bosnya yang berada di Jakarta menelponya tiba-tiba. Ia diminta segera datang ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan yang harus Genjo selesaikan. Genjo adalah seorang pegawai bank swasta di Jakarta, namun selama PPKM Darurtat ini ia bekerja dari rumahnya di sebuah Desa kecil di Bali.
“Genjo
tolong pastikan kamu memiliki surat keterangan vaksinasi tahap pertama dan cari tempat untuk bisa melaksanakan tes PCR
sehari jadi, 3 hari lagi kamu harus berangkat ke Jakarta”, begitu instruksi
singkat atasan Genjo kepadanya. Genjo terdiam dan berpikir sejenak. Ia belum
melaksanakan vaksinasi dan tidak tahu dimana tempat melaksanaakan tes PCR.
Segera ia menghubungi beberapa rekannya yang bekerja di rumah sakit dan
akhirnya menemukan kedua lokasi yang ia butuhkan. Genjo mendapati tempat
mendapatkan vaksin di sebuah rumah sakit dekat rumahnya. Namun Ia harus datang dini hari sekali, untuk
mengambil formulir registrasi. Genjo mendapati dirinya melaksanakan vaksin
pukul 10 pagi, dua hari sebelum hari keberangkatannya ke Jakarta. 30 menit sebelum jadwal tes
vaksin, Genjo sudah tiba dilokasi vaksin. Genjo kaget, begitu tiba dilokasi
vaksin, lokasi sudah ramai, banyak kerumunan dan tidak menjaga jarak satu sama
lain. Genjo merupakaan orang yang disiplin, ia sangat taat pada prokes dan
selalu menjaga kebersihan. Kali ini Genjo harus bergabung dikerumunan ini, ia
harus menerobos kerumunan untuk menyerahkan formulis registrasi lewat lobang di
pintu gerbang yang sudah dijaga seorang petugas. Rupanya kerumunan ini adalah
orang-orang yang menyerahkan formulir registrasi, dan menunggu untuk dipanggil
untuk divaksin. Karena tidak ada tempat yang memadai untuk menunggu, serta
tidak tahu urutan siapa yang akan dipanggil, terpaksa semua orang menunggu di
depan gerbang, ditambah lagi suara panggilan yang tidak terlalu terdengar jika
menunggu jauh dari gerbang, jadilah kerumunan ini terbentuk dan Genjo tergabung
di dalamnya. Dalam hatinya, Genjo sebenarnya kesal, selama ini ia mendukung
gerakan pemerintah agar tidak ada
kerumunan di rumah makan, tempat hiburan, tempat wisata dan lain-lain, namun
kali ini malah ia ikut membuat kerumunan di tempat vaksin.
Setelah
dua jam dilokasi vaksin, Genjo telah memegang lembar bukti vaksin dosin satu.
Langsung ia kemudian bergegas menuju sebuah klinik yang direkomendasikan
temannya untuk melaksankan tes PCR sehari jadi. Genjo melakukan registrasi,
lalu kaget ketika petugas dengan ramah dan lembut mengatakan “biayanya 1 juta seratus
ya Pak”. Genjo tidak mengira biayanya semahal ini. Selama ini Genjo juga orang
yang dispilin masalah keuangan, ia selalu merencanakan pengeluarannya setiap
bulan, apalagi di masa pandemi ini penghasilannya banyak dukurangi karena lebih
banyak bekerja dari rumah, namun biaya PCR ini tidak masuk dalam
perhitungannya. Walau begitu ia pada akhirnya ia tetap membayarnya. Genjo akhirnya
mengikuti tes PCR dan sangat yakin hasilnya tentu akan negatif, karena sehari sebelumnya
ia sudah minum susu beruang pagi, siang dan malam. Tepat pukul 10 malam, Genjo mendapati hasil
PCRnya negative dan segera memberi tahu bossnya sudah melengkapi semua
persyartan dan siap berangkat dua hari lagi sesuai instruksi bossnya
sebelumnya.
Hari
keberangkatan tiba, pagi sekali Genjo sudah rapi, lengkap dengan masker double
dan semprotan pembersih tangan di sakunya. Sebelum ia berangkat ke bandara, ia
mendapati pesan singkat di handphonenya. Celaka, hal tak terduga pun datang.
Pesawat yang ditumpangi Genjo dibatalkan penerbangannya. Genjo dengan sedikit panik,
segera menelepon bossnya dan menjelaskan situasinya kepada bosnya. Akhirnya
Genjo tetap diminta menuju bandara, dan bosnya akan mengusahakan membelikan
tiket lain untuk menuju Jakarta. Hingga 1,5 jam Genjo menunggu di Bandara,
akhirnya bossnya menelepon dan tidak mendapatkan tiket lain dihari itu menuju
Jakarta.
Pada akhirnya
Genjo diminta untuk berangkat esok hari, dan harus tes PCR ulang skali lagi
karena hasil PCR ini hanya berlaku dua hari. Hati Genjo gundah, Ia memikirkan
lagi biaya tes PCR, ditambah lagi hari ini hidungnya sedikit mampet dan
beberapa kali bersin-bersin, belum minum susu beruang pula. Genjo segera keluar
Bandara dan mencari ojek untuk mengantrnya ke klinik untuk tes PCR kembali.
Pada saat keluar Bandara, Genjo dihampiri seorang Bapap-Bapak yang sudah agak
tua, dengan pakaian lusuh dan sedikit kotor. “Ayo Pak, naik ojek motor saya Pak”,
melihat penampilannya, Genjo tidak berminat, apalagi Genjo adalah orang yang
suka kebersihan. Namun bapak-bapak berpakaian lusuh itu bersikeras, “ Tolong
Pak, naik ojek sama saya Pak, biar bisa beli beras Pak, bayar berapa saja boleh
Pak”. Sekejap Genjo terdiam, Ia teringat dirinya sendiri dulu saat pernah tidak
bisa membeli beras untuk keluarganya karena tidak punya uang. Genjo paham
bagaimana rasanya keadaan itu. Genjo kini menggunakan hati nuraninya, Ia tidak
peduli lagi penampilan Bapak ojek yang lusuh dengan beberapa noda kotornya. Ia
langsung naik ojek dan memintanya mengatar ke klinik.
Sebelum membayar
tes PCR, Genjo terlebih dahulu memberi tahu istrinya akan menggunakan uang SPP
anaknya yang tetap harus dibayar, walau anaknya tak pernah ke sekolah untuk
digunakan membayar tes PCR. Walau sedang pilek, Ia tetap menjalankan tes PCR,
karena bossnya sudah mencarikan tiket untuk keberangkatan esok hari. Malam hari,
hasil tes keluar dengan hasil negatif. Genjo senang namun juga ada pertanyaan,
sebenarnya seperti apa alat tes PCR itu? Ia hanya memasukan alat seperti
pembersihan telinga ke hidungnya, dan keluar hasil negative, walaupun waktu itu
Ia pilek. Belum lagi masa berlakunya hanya dua hari. Genjo ingat dulu dia
pernah tes antibody, dimana tes itu katanya tidak seakurat PCR tapi bisa
berlaku hingga 14 hari, biayanya lebih murah pula. Ia juga ingat ada alat tes
lain buatan kampus UGM, dengan harga tes murah namun katanya tidak bisa digunakan
lagi dimasa darurat ini. Genjo
benar-benar bingung, Ia ingin kesal kepada yang membuat aturan, tapi sadar diri
dia bukanlah siapa-siapa dan tidak ada tempat mengadu. Ia hanya bisa pasrah dan
mengikuti aturan, walaupun itu memberatkannya. Sudahlah pikir Genjo.