Review Jurnal
“Pengelolaan Batas
Maritim dan Kawasan Perbatasan: Menentukan Batas Negara Guna Meningkatkan
Pengawasan, Penegakan Hukum dan Kedaulatan NKRI”
Penulis :
Hasjim Djalal
Jurnal :
Jurnal Pertanahan Volume 3 Nomor 13, dipublikasikan pada bulan Desember 2013
Periview : I Made Sapta Hadi
NIM :
12/330081/TK/39272
Wilayah perbatasan di Indonesia melingkupi wilayah
udara, darat, laut serta dasar laut. Melihat kondisi di Indonesia yang terdiri
dari beberapa kabupaten dan provinsi, serta terletak di antara beberapa negara
lain, membuat Indonesia juga harus memperhatikan batas wilayah antar kabupaten,
antar provinsi, antar negara serta Alur
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) agar tidak menimbulkan persoalan.
Wilayah Indonesia pada awalnya mengikuti wilayah
jajahan Belanda, hal ini sesuai dengan konsep uti possidetis juris. Wilayah laut Indonesia pada awalnya adalah
tiga mil dari garis pantai masing-masing pulau Indonesia, namun setelah adanya
deklarasi Juanda dan diterimanya usulan Indonesia dalam Konvensi Hukum Laut PBB
tahun 1982 wilayah laut Indonesia menjadi lebih luas. Luas wilayah laut territorial
menjadi 12 mil diukur dari garis pangkal lurus yang menghubungkan pulau-pulau
terluar Indonesia ditambah lagi dengan ZEE sejauh 200 mil serta Landas Kontinen
sampai ke batas “contineltal margin”
jika masih ada kelanjutan alamaiah pulau-pulau Indonesia ke dasar Samudera,
disertai dengan beberapa kewenangan lainnya. Secara lebih rinci, luas NKRI kini
adalah +- 8.282.446 km2, yang terdiri dari Laut Teritorial +-
284.211 km2, ZEE +- 2.981.211 km2, Landas Kontinen +- 2.817.149
km2, Landas Kontinen di luar 200 mil ZEE yang telah didaftarkan di
PBB +- 4.209 km2, Perairan Kepulauan +- 3.096.191 km2,
wilayah darat Indonesia +- 1.916.625 km2, dan wilayah udara +-
5.297.027 km2, yaitu udara di atas darat, Perairan Kepulauan, dan Laut
Wilayah Indonesia.
Dalam jurnal ini juga dibahas mengenai batas udara
dan batas darat namun tidak dibahas secara detil. Belum ada kesepakatan secara
Internasional mengenai bagaimana menentukan batas wilayah udara. Saat ini di
Indonesia, yang mencakup wilayah udara Indonesia adalah udara yang berada di
atas darat, perairan nusantara, dan laut territorial Indonesia yang
keseluruhannhya kurang lebih 5.297.027 km2. Sedangkan wilayah darat
Indonesia pada dasarnya merupakan batas-batas yang disepakati oleh Pemerintah
Hindia Belanda dan Pemerintah Inggris dan Portugis di zaman kolonial.
Dalam memahami batas wilayah laut dan dasar laut,
terdapat beberapa kawasan laut yang harus dipahami, antara lain perairan
pedalaman, perairan kepulauan, ALKI, laut territorial, zona tambahan, Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) serta landas kontinen.
Sampai saat ini Indonesia masih belum menetapkan
yang mana perairannya yang termasuk wilayah perairan pedalaman dan sampai
sejauh mana batasnya. Padahal di dalam UNCLOS sendiri dijelaskan Indonesia
dapat menetapakan perairan mana saja yang termasuk perairan pedalaman. Menurut
saya, penetapan perairan pedalaman ini penting untuk dilakukan, hal ini
dikarenakan status hukumnya sangat bersamaan dengan wilayah darat suatu negara,
dalam arti kapal-kapal asingpun tidak
mempunyai hak lewat secara damai di wilayah perairan pedalaman.
Perairan kepulauan atau archipelagic waters mulai ada ketika pertama kali dikukuhkannya
deklarasi Juanda, dan mulai diakui secara Internasional ketika diakui dalam
UNCLOS tahun 1982. Secara definisi perairan kepulauan adalah perairan yang
dikelilingi oleh garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari
pulau-pulau terluar di Indonesia. Dari definisi tersebut, yang menarik
diperhatikan sebagai seorang yang mempelajari Teknik Geodesi yakni letak
titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar. Titik-titik tersebut dinyatakan
dalam koordinat yang diatur dalam Peraturan Pemerintan (PP) No.38/2002.
Sesuai dengan ketetapan UNCLOS maka Indonesia juga
wajib menetapkan ALKI. Saat ini Indonesia sudah menetapkan tiga ALKI utara
selatan yaitu ALKI I dari Laut China Selatan melaui Laut Karimata, Laut Jawa
dan Selat Sunda, ALKI II dari Laut Sulawesi melalui Selat Makassar, Laut Flores
dan Selat Lombok, dan ALKI III dari Samudra Pasifik melalui Laut Maluku, Laut
Seram, Laut Banda dan kemudian bercabang ke Laut Sawu, Laut Timor dan Laut
Arafura. Namun saat ini Indonesia belum menetapkan ALKI Timur Barat. Menurut
saya, Indonesia perlu memperkuat pertahanan nasional, dalam hal ini TNI
Angkatan Laut sebelum nantinya menetapkan dimana jalur ALKI Timur Barat.
Di dalam batas maritim juga dikenal adanya
kedaulatan dan hak berdaulat. Kedaulatan mencakup seluruh wilayah daratan
sampai dengan laut territorial (12 mil dari garis pangkal), sedangkan diluar
itu seperti zona tambahan, ZEE, dan Landas Kontinen yang berlaku adalah hak
berdaulat. Jika ada diantara wilayah-wilayah tersebut saling tumpang tindih
dengan negara lain karena jarak antar negara yang terlalu dekat maka diperlukan
adanya kesepakatan bilateral agar mendapat hasil yang adil bagi kedua belah
pihak.
Pada bagian zona tambahan lebih berfungsi sebagai
daerah untuk melakukan pengawasan berbagai bidang seperti imigrasi, bea cukai,
keamanan dan lain-lain. Pada kawasan ZEE, selain memliki hak-hak berdaulat,
Indonesia juga memiliki kewenangan-kewenangan lain seperti untuk mengatur
penelitian ilmiah kelautan, pemeliharaan lingkungan laut dan pembangunan
pulau-pulau buatan, anjungan-anjungan, dan bangunan-bangunan lainnya di laut.
Dalam UNCLOSS tahun 1982 juga dijelaskan mengenai Landas Kontinen. Hak
berdaulat di wilayah Landas Kontinen diakui sampai kelanjutan alamiah wilayah
daratan ke dasar laut, dan arena itu bisa mencapai 100 mil di luar kedalaman
air 2500 meter atau sampai 60 mil dari kaki kontinen. Terkait dengan batas
negara di kawasan landas kontinen, Indonesia telah mempunyai perbatasan landas
kontinen atau dasar laut dengan India (antara Andaman dan Aceh) dengan Thailand
dan Malaysia di bagian utara Selat Malaka, dengan Malaysia di bagian tengah dan
selatan Selat Malaka, dengan Malaysia dan Vietnam di Laut Cina Selatan yang
berhadapan dengan kabupaten Anambas dan Natuna, dengan Papua Nugini di utara
Papua, dan dengan Papua Nugini dan Australia di Laut Arafura dan di sebagian
Laut Timor.
Selain membahas mengenai batas maritim antar
negara, dalam jurnal ini juga dibahas pembagian wilayah laut provinsi dan
kabupaten. Pembagian wilayah laut provinsi dan kabupaten diatur dalam peraturan
perundang-undangan khusunya mengenai pemerintah daerah. UU yang berlaku dan
terus direvisi secara berturut-turut sebagai berikut UU No. 22/ 1999, UU No.
32/2004, UU No.23/2014 dan yang terbaru saat ini yakni UU No.2 tahun 2015.
Secara keseluruhan jurnal ini sudah menjelaskan informasi
penting terkait batas maritim seperti sampai sejauh mana suatu zona itu
berlaku, kebijakan apa yang boleh berlaku disana, ada aturan yang mendasarinya,
serta apa yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia sampai saat ini. Dengan
mengetahui apa saja kebijakan serta ketentuan yang berlaku di berbagai zona di
wilayah batas maritim, tentunya pengelolaan, serta peningkatan pengawasan,
penegakan hukum dan kedaulatan NKRI akan lebih mudah dilakukan.