Tak
pernah saya duga sebelumnya saya bisa ikut terlibat dalam tim pemetaan wilayah
longsor Banjar Negara, Jawa Tengah. Bagi saya, ini merupakan kenaikan kelas
dalam tahapan pemetaan. Memetakan wilayah longsor tentu saja akan sangat
berbeda dengan melakukan pemetaan untuk membantu skripsi senior ataupun
melakukan pemetaan untuk praktikum dikampus.
Pengalaman
ini diawali dari dimintanya Tim dari Teknik Geodesi UGM untuk membantu dalam
melakukan mitigasi bencana di wilayah bencana longsor Banjar Negara. Lalu
bagaimana saya bisa bergabung dengan Tim ini?? Bisa dibilang saya hanya beruntung
lalu bisa ikut pemetaan, atau bisa juga dibilang karena punya banyak teman,
mungkin juga karena rajin mempublikasikan diri lewat tulisan di blog. Selasa,
16 Desember 2014 saya mendapat pesan
singkat dari teman saya, Bondan, yang isinya berisi ajakan untuk berangkat ke Banjar Negara untuk melakukan
pemetaan di wilayah Longsor dan keputusan ikut atau tidak harus diputuskan saat
itu juga karena besoknya sudah harus berangkat. Sebenarnya agak bingung juga
saat itu harus berangkat atau tidak, besoknya hari Rabu merupakan hari raya
Galungan bagi umat Hindu, kalau di Bali semua umat Hindu akan disibukkan dengan
serangkaian acara persembahyangan di Pura. Namun setelah
dipikir-pikir,kesempatan melakukan pemetaan di wilayah longsor rasanya tidak
sering ada dan bisa didapatkan, akhirnya saya putuskan untuk ikut bergabung
dalam Tim Pemetaan ini. Saya bukanlah seorang yang ahli dalam pemetaan dibidang
bencana alam, bukan orang yang sering melakukan kajian tentang longsor, tapi
kenapa Bondan memutuskan mengajak saya? Menurut saya itu karena bagaimana saya
menajaga hubungan baik dengan banyak teman dan menunjukkan sikap bisa dipercaya
selama dalam pergaulan dikampus.
Bagaimana
caranya memetakan wilayah yang sudah terkena longor dan akses jalannya sudah
banyak yang rusak? Alat apa yang harus digunakan? 2 Pertanyaan tersebut yang
saya pikirkan sesaat setelah memustuskan untuk ikut bergabung kedalam Tim,
ternyata Bondanpun masih belum jelas seperti apa nanti proses pemetaannya,
karena ternyata dia baru saja juga ditelpon oleh dosen dan diminta bantuannya
untuk ikut membantu besok melakukan pemetaan. 2 pertanyaan tadi akhirnya
terjawab ketika saya mengikuti brifing keesokan harinya. Pemetaan diwilayah
longsor dilakukan dengan menggunakan pesawat tanpa awak (UAV) yang kemudian
akan menghasilkan foto udara. Nah foto udara yang dihasilkan memerlukan titik
kontrol tanah atau Ground Control Point
(GCP) agar dapat foto yang dihasilkan dapat diolah dan ditampilkan dalam bentuk
3 dimensi. GCP ini diukur dengan menggunakan GPS type Geodetik, dan hasil
akhirnya berupa koordinat. Jika kamu mahasiswa Geodesi yang sudah mengambil
materi Fotogrametri atau penginderaan jauh, pasti sudah pernah melakukan yang
namanya rectifikasi citra, nah dalam rectifikasi citra image to map, akan
memerlukan koordinat titik GCP. Biasanya waktu mengajar inderaja dasar ke Diploma
3 saya selalu mengatakan kalau mengukur GCP yang benar itu sebaiknya
menggunakan GPS yang memiliki ketelitian tinggi. Itu teorinya, tapi saya juga
belum pernah melakukannya.
Pada saat brifing |
Nah disinilah tugas saya kali ini, menerapkan
teori tersebut, mengukur koordinat GCP dengan menggunakan GPS Geodetic. Bagi
saya kepuasan belajar itu berada ketika ilmu teori yang disampaikan dikelas,
bisa diterapkan di dunia nyata.
Sebenarnya
saya baru saja mengambil mata kuliah GNSS, belum pernah saya melakukan
pengukuran menggunakan GPS diluar kampus. Tapi saya yakin bekal kuliah GNSS di
Geodesi UGM, sudah cukup untuk saya melakukan pengukuran di Banjar Negara. Ada 5 GPS Geodetic yang akan dipakai
masing-masing alat dipegang oleh 1 orang, jadi saya juga kebagian 1 alat. Dalam
tim kali ini terdiri dari 9 orang, tim dipimpin oleh Bapak Ruli Andaru, dosen
saya, kemudian ada juga koordiantor tim GPS Bapak Iqbal Taftazani yang juga
dosen saya, dan tentunya ada tim yang mengukur menggunakan GPS yang semuanya
mahasiswa yakni Mas Afradon (Geodesi 2010), Bondan Galih (Geodesi 2012), Kevin
Alkindi (Geodesi 2012) dan saya tentunya, serta ada 2 lagi 2 orang rekan pak
Ruli yang akan membantu dalam menerbangkan pesawat, dan ditambah lagi Pak
Wahyudi, driver handal dari dijurusan Geodesi J
Rabu
sore sekitar jam 4 akhirnya brifing seleai dilakukan, alat juga sudah dicek
semua. Ada sedikit perubahan jadwal keberangkatan, keberangkatan diundur
menjadi hari Kamis, namun berangatnya jam 3 dini hari. Esoknya benar saja jam 3
pagi, dengan sedikit terkantuk-kantuk, saya sudah berada di mobil jurusan
menuju ke Banjar Negara. Untuk sampai ke Banjar Negara perlu waktu sekitar 4
jam dari Jogja. Tidur kembali di mobil sepertinya menjadi pilihan yang tepat J.
Akhirnya sekitar jam 8.30 tim sampai di lokasi longsor, sedikit molor karena
paginya tentu sarapan dulu, dan sedikit nyasar karena navigator mobilnya sempat
ketiduran. Sampai dilokasi longsor, sudah terlihat banyak banayk sekali polisi,
tentara serta relawan yang berada disana. Tidak semua masyarakat boleh masuk kelokasi
bencana, untung tim dari Geodesi UGM sudah membawa “surat sakti” dari UGM,
cukup mengatakan dari Geodesi UGM dan menunjukkan suratnya, semua wilayah bisa
diakses.
Kondisi Longsor Banjar Negara |
Tak
berlama-lama, begitu sudah berada dilokasi tim langsung menuju titik yang sudah
direncanakan sebelumnya untuk dijadikan GCP. Ada sedikit perubahan beberapa
titik GCP karena lokasi yang sulit diakses. Saya mendapat lokasi yang menurut
saya sedikit kurang menantang, saya mengukur didepan posko penampungan makanan ,
alhasil saya mengukur malah bisa sambil minum susu ditemani beberapa tentara
yang sedang berjaga diposko. Pengukuran menggunakan GPS dilakukan selama 1 jam,
metode pengukuran yang digunakan yakni
metode statik. Jadi receiver hanya diam disatu titik tanpa perlu berpindah.
Setelah meakukan setting alat, mengukur tinggi GPS, tinggal dinyalakan
pengukuran sudah bisa dilakukan.
GPS Geodetic |
Titik
yang saya ukur berada tepat di pinggir jalan, agak was-was juga karena banyak
kendaran yang lewat, alat pada saat mengukur harus tetap dalam keadaan diam,
dan tidak boleh bergerser. Jadi benar-benar harus dipantau, terutama ketika ada
mobil lewat yang mepet-mepet lepinggir jalan, maklum harga GPS Geodetic bisa
seharga mobil avansa, jadi dari pada terjadi sesuatu yangtidak diinginkan lebih
baik diawasi dengan teliti. Menunggu 1 jam sepertinya begitu cepat karena saya
ditemani ngorol oleh Tentara yang berjaga di posko. Rupanya dia tertarik dengan
GPS yang saya bawa karena sebelumnya beliau pernah melakukan pengukuran dengan
Teodolit yang statifnya katanya mirip seperti yang saya bawa J
. Akhirnya 1 jam disana saya habiskan dengan menjelaskan apa itu GPS, mulai
dari sejarahnya untuk kepentingan militer Amerika, sampai munculnya GNSS dan sampai
pula kepengukuran static.
Akhirnya
1 jam berakhir, sorenya saya akan melakukan pengukuran di 1 titik lagi. Namun sayang
sekali cuaca disore hari tidak mendukung, hujan yang cukup deras disertai
petir. Namun tim masih belum menyerah, dengan jas ujan, kami melewati jalan
yang sudah digenangi air lengkap dengan lumpur akibat longsoran menuju ketitik
yang berada didekat lokasi longor. Namun sayang jalan menuju titik GCP terhalang
oleh sungai yang mererobos kejalan, sehingga titik tidak bisa dijangkau. Sempat
menunggu beberapa saat, namun arus sungai malah semakin deras. Dan celakanya,
Kevin dan Pak Wahyudi masih berada di seberang sungai. Karena cuaca semakin
tidak mendukung, akhirnya tim memutuskan balik ke penginapan dan Kevin serta
Pak Wahyudi dijemput menggunakan mobil dengan mencari jalan alternative lain,
yang jaraknya cukup jauh dan memerlukan waktu 2 jam untuk kesana.
Jalan yang terpotong oleh sungai |
Keesokan
harinya jam 7 pagi tim sudah berangkat kembali ke lokasi longsor, kali ini saya
mendapat lokasi titik yang cukup menantang yakni berada diseberang sungai yang
kemarin, dan dekat dengan bencana longsor. Saku celana depan berisi GPS
Handheld, saku kiri berisi HT serta paku payung, saku belakang berisi air minum
dan surat sakti, lengkap membawa GPS dan Premark, peralatan sudah lengkap
semua, saya bersama Pak Ruli serta Pak Iqbal menuju ke titik yang sama. Sayang
sekali sungai yang kemarin ternyata masih deras, namun titik yang diseberang
harus diukur. Cara menyebrangi sungai inilah yang paling mengesankan,untung ada
bantuan kopasus, perhatikan foto dibawah ini :
Trnasportasi kalau sedang terjadi bencana. |
Begitulah
cara melewati jalan yang sudah ditutupi sungai, cukup menantang J
.Akhirnya semua titik sudah diukur dan dipasangi Premark, pesawat pun mulai
mengudara, saya hanya menyaksikan dari bawah. Setelah beberapa lama, cuaca
kembali tidak bersahabat karena banyak awan yang menutupi, sampai akhirnya penerbangan
pesawat harus dilanjutkan esok hari. Sore itu juga tugas saya mengukur GCP
sudah selesai jadi untuk besok saya tidak ikut lagi, saya bersama Bondan,
Kevin, Mas Adon serta Pak Iqbal kembali menuju Jogja, Pak Ruli dan tim pesawa
UAV masih standby dilokasi longsor untuk melakkan pengukuran esok hari.
Berikut
hasil olahan data yang sudah dihasilkan dari pengukuran kemarin yang sudah
diolah oleh dosen saya.
Pengalaman
pemetaan kali ini sungguh mengesankan. Menerapkan ilmu Geodesi untuk misi
kemanusiaan adalah pengalaman yang jarang saya dapat. Semoga bisa
menginspirasi.
Pesawat UAV |
Bersama tim geodesi UGM |
Best
Regards
Made
Sapta – Geodesi UGM 2012