Sunday, July 24, 2016

Cara Memperoleh Nilai Konstanta Harmonik Pasang Surut Laut dengan software t_tide


Pasang surut laut merupakan hal yang penting dan diperlukan terutama dalam hal pelayaran atau pembangunan suatu pelabuhan. Salah satu fungsi umumnya yakni menentukan muka surutan terendah atau Chart Datum. Chart datum dapat dihitung dengan mengurangkan nilai muka air rata-rata hasil pengamatan dengan jumlah amplitudo konstantan harmonik pasang surut.
Lalu apa sebenarya konstanta harmonik pasut? Sebelum menjawab itu, perlu diketahui dulu penyebab terjadinya pasang surut laut. Pasang surut laut diakibatkan oleh pengaruh gaya gravitasi benda-benda langit, utamanya bulan dan matahari. Ada banyak hal lain lagi yang mempengaruhi gelombang pasang surut, maing-masing penyebab tersebut menimbulkan gelombang tersendiri, misalnya gelombang yang disebabkan oleh gravitasi bulan disimbolkan dengan konstanta M2 , dan matarari S­2, gelombang yang muncul dengan satu penyebab pembangkit pasut itu kemudian disebut komponen harmonik tunggal yang memiliki nilai amplitudo gelombang tersendiri. Penjumlahan dari seluruh konstanta harmonik pasut itu disebut super posisi pasang surut laut dan hasilnya adalah pasang surut itu sendiri. Jadi gelombang pasang surut merupakan hasil dari superposisi dari komponen harmonik pasang surut.
Lalu bagaimana cara mendapatkan nilai konstanta harmonik pasang surut? Konstanta tersebut dapat dihitung dengan menggunakan metode hitung kuadrat terkecil dengan menurukan dari persamaan gelombang. Adapun persamaan gelombangnya sebagai berikut:



Untuk menjabarkan persamaan diatas dengan metode hitung kuadrat terkecil, tahapannya cukup panjang, jika tertarik bisa hubungi saya di saptahadi9@gmail.com. Namun ada solusi yang lebih mudah jika malas menghitung yakni dengan menggunakan software t_tide. T tide lebih menyerupai plugin yang dapat dijalankan dengan menggunakan Matlab. Yang diperlukan untuk mendapatkan konstanta harmonik pasut yakni  data pengamatan pasut yang sudah disimpan dalam format .txt. Selain itu tentunya diperlukan juga script program untuk menjalankan program t_tide itu sendiri. Dalam script program yang perlu diperhatikan yakni pendefinisian nama file yang sudah disimpan dalam format .txt, koordinat lintang tempat pengamatan pasang surut laut, serta tanggal pengamatannya. Berikut sedikit gambaran script program di Matlab.




Hasil pengolahan menggunakan t tide akan berupa file txt lengkap dengan amplitudo dan fase konstanta harmonik pasut, serta nilai MSL. Berikut contoh hasilnya:



Penjelasan lebih lanjut dan detail, silahkan kontak I Made Sapta Hadi di saptahadi9@gmail.com.


I Made Sapta Hadi, S.T
Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada
Menerima jasa terkait pekerjaan Geodesi : pengolahan data pasang surut, survey hidrografi, pemetaan terestris, survey GPS, survey terrestrial laser scanner, pengolahan peta dengan GIS, dan pekerjaan lain terkait pengukuran dan pemetaan.




Wednesday, July 20, 2016

Pulang


            Ibu, maafkan aku yang tidak pulang selama liburan ini. Bukannya aku tak rindu dan berbakti padamu. Tiap doaku selalu ku panjatkan untuk kesehatanmu. Tiap lelahnya pekerjaan ku ingat senyummu untuk menjadikan pemacu semangat hidupku. Tapi maafkan aku, kali ini aku tidak bisa pulang. Aku masih berjuang untuk menjamin hari tua mu nanti. Hari dimana engkau dapat melakukan hobi apa sja yang membuatmu bahagia. Tanpa harus memikirkan berapa harga beras dan minyak goreng di warung tetangga. Sebentar lagi aku akan  pulang dengan segala cerita dari berbagai belahan dunia yang telah aku jelajahi, Kan ku ceritakan segala pencapaianku yang ku peroleh berkat doa serta semangatmu yang selalu kau berikan padaku. Ibu, maafkan aku, terkadang aku mengeluh atas segala upaya ku, mengeluh atas semua keadaan ini. Ingin rasanya aku pulang dan berbaring manja dipangkuanmu. Tapi Ibu, maafkan aku yang tak pulang. Aku masih harus berjuang. Belum banyak yang bisa kuberikan padamu saat ini. Maafkan aku yang tidak bisa memijat kakimu ketika engkau lelah sehabis bekerja.  Maafkan aku yang tidak bisa mengantarmu ke pasar tiap pagi. Aku sedih, menangis dalam hati karena tidak bisa bersamamu. Ibu, sehebat apapun aku mejalin kekerabatan di berbagai belahan dunia, tak ada kerabat yang bisa menggantikanmu. Berkelakar dan menjelaskan hal-hal yang berhasil ku raih adalah obat paling mujarab dari segala kedundahan hati. Engkaulah yang akan menerimaku dalam segala kegagalan dan keberhasilan. Doakan lah aku tuk segera dapat membahagiakanmu dan lekas pulang.
            Ibu, malam ini aku duduk termenung sendirian. Teringat dimana hangatnya keluarga ketika kita semua menonton tv diruang utama yang tak terlalu megah. Makanpun tak nyaman ketika teringat teriakanmu dari dapur yang menyuruhku tuk segera makan. Ingin sekali aku pulang sejenak dan menikmati masakanmu. Tapi apalah dayaku yang  belum berkecukupan. Tunggulah aku Ibu, kelak aku akan pulang. Kan ku sulap gubug kita menjadi istana, kan ku buat istananmu penuh dengan tawa riang anak-anak dan keturunanmu.
            Ibu, jagalah kesehatanmu, tunggu hinga aku kembali pulang. Segala perjuangan ini ku curahkan untuk mu. Tiada hari tanpa memikirkanmu. Hanya tulisan-tulisan kecil ini yang dapat ku buat untuk mencurahkan segala kegundahan hati dan menemani setiap malamku. Semoga kelak aku dapat membanggakanmu Ibu. Astungkara.

Rabu, 20 Juli 2016. Dalam sebuah malam yang penuh dengan kerinduan.


Sunday, July 3, 2016

Perjuangan di Bulan Ramadhan – Part 1: Arti Dibalik Kesibukan


Nama gue Jono, gue punya temen  bernama Joni. Entah karena kebetulan atau emak kita udah janjian, nama gue dan Joni identik tapi tak sama. Gue dan Joni sama-sama kuliah di sebuah universitas negri di Jogja. Gue tinggal sekosan bareng Joni. Meskipun gue asli Jogja, gue tetep ngekos mengingat rumah gue di plosok Jogja, di daerah yang namanya ada gunungnya tapi bukan pegunungan. Kalo lho orang jogja mesti ngerti tempat asal gue. Gue dan Joni udah lama sahabatan, mulai dari ospek versi orde lama berlangsung, saat sama-sama jomblo, sampe saat ini sudah punya pasangan masing-masing dan hanya tinggal menunggu jadwal wisuda. Joni terkenal dengan karakternya yang serius, rajin, dan perfectionis, tapi dibalik semua itu gue merasakan kerapuhan dan kesedihan mendalam dalam diri Joni. Mulai semester 2 Jono selalu menceritakan masalah-masalahnya ke Gue, mungkin karena ia jomblo saat itu, jadinya gue yang diajak curhat. Tapi tenang Joni merupakan laki-laki sejati dan bukan LGBT, jadi gak ada masalah dia curhat ke Gue. Dibalik kegigihan dan semangat juangnya yang tinggi, gak banyak orang yang tau kisah pilu dan cobaan yang dihadapi Joni. Curhatan Joni menuju bulan Ramadhan ini yang cukup membuat gue turut sedih sebenernya.
Saat ini gue dan Joni sudah benar-benar menyelesaikan kuliah di fakultas Teknik. Hanya kita tinggal menunggu wisuda pada bulan Agustus depan. Menjelang Ramadhan kota pelajar mulai sepi dan semua mahasiswa mudik kembali ke kampung halaman, namun tak demikian dengan Joni. Joni tetap tinggal di Jogja. Ketika ditanya kenapa nggak pulang, Joni akan selalu menjawab masih mengurus syarat-syarat wisuda. Padahal gue tau, Joni sudah menyelesaikan semua syarat-syarat wisuda dan hanya tinggal membayar uang pendataran wisuda. Sebagian besar temen-temen gue biasanya berpikir Joni emang tiap liburan jarang pulang karena orangnya sibuk dan aktif. Di balik semua pemikiran itu, tiap malam Joni mengeluh ke gue, sangat rindu keluarga. Namun alasan ekonomi membuatnya tidak dapat membeli tiket untuk mudik. Joni menyibukkan diri bukan karena ia senang sibuk, namun karena faktor ekonomi yang mengharuskannya mencari uang jajannya sendiri. Gue salut ama Joni, udah kuliah dengan beasiswa, uang jajan mengusahakan sendiri, walaupun kadang-kadang dia pada akhirnya minjem duit ke gue juga atau kalau udah skak mat dia akan menelpon orang tua dan menyampaikan keadaannya.
H-7 lebaran ini gue bisa merasakan kesepian yang cukup mendalam dalam diri Joni. By the way gue blum cerita Joni merupakan anak rantauan dari luar Jawa yang jauh disana. Makan bersama di bulan remadhan adalah saat-saat Joni biasanya menyampaikan rahasia-rahasia kehidupannya. Di semester akhir ini gue dan Joni sudah agak jarang makan bersama, entah kenapa di semester 7  kmarin gue dan Joni sama-sama menemukan jodoh kita masing-masing dan akhirnya lebih suka makan dengan pacar masing-masing. Namun kali ini berbeda kisah, karena pacar kita masing-masing udah pada mudik. Yah jadilah tinggal Gue yang bentar lagi juga mau mudik dan Joni yang memang sepertinya tidak akan mudik. Saat gue makan bersama, joni tertegun melihat keluarga disebelah kami yang sedang asik makan bersama. Terdapat rona kerinduan bercampur kesedihan yang gue lihat di raut muka Joni. Gue tahu akhir-akhir ini dia sangat rindu keluarga, seketika ia mengambil telp dan gue liat kontak “My Love” yang ia telp. Namun beberapa saat ia menaruh hp nya kembali.
“Lho kenapa bro? Gak jadi nelp pacar lho?”
“Nggak ni bro, doi lagi kumpul ama keluarga, jangan nelp dlu katanya”
“Sabar ya Bro”
Sejak punya pacar Joni emaang terasa lebih bahagia, di akhir pekan kini ia sudah bisa jalan-jalan bersama pacarnya. Namun ketika pacarnya kembali pulang dan sulit dihubungi, ia mulai merasakan kesepian kembali. Joni sebenarnya sangat ingin pulang seperti rekang-rekanya yang lain, namun apalah daya, uang wisudanya aja belum dibayar padahal gak terlalu mahal apalagi bli tiket mudik. Kadang kasian juga ngeliat si Joni ini. Sesekali gue ajak dia kumpul ama keluarga gue buat merakan indahnya kebersamaaan keluarga, saat itu ia akan senang, namun malam harinya ia akan bengong dan melamun memikirkan Ibunya masak apa dirumah. Ya begitulah anak yang sedang merantau.
Joni selalu bangun pagi, di bulan ramdhan ini, ia selalu membuat timeline tiap pagi untuk memastikan dirinya akan produktif hari ini, dan melaksanakan apa yang sudah ia rencanakan. Membuat CV, nyari lowongan kerja, surat rekomendasi, ngeblog, dan lain-lain yang membuatnya sibuk. Lama-lama gue ngerti, Joni akan menyibukkan dirinya ketika ia merasa kesepian, hingga akhirnya ia melupakan kesepiannya. Tapi ketika timelinenya sudah habis ia kerjakan, dan pacarnya tidak bisa dihubungi saat itulah dia akan kekamar gue dan mengobrol menghilangkan kesepiannya. Ketika Joni sibuk gue sangat kagum padanya, ia bisa benar-benar menghasilkan karya yang keren dan bermanfaat, beberapa alat terkait teknik sempat ia buat. Namun dibalik semua kesibukaanya itu ternyata ada rasa kesepian yang mendalam.
“Bro, besok gue mau balik ni ke kampong, lu gak papa ya dikos sendiri aja, jugaan lu kan bisa sibuk nulis-nulis apalah gitu besok, atau suruh pacar lu nelpon-nelpon kek”
“Sante lah bro, lo pulang aja, kayak gak tau gue aja, gue kan sibuk bro, besok juga gue ada acara, boro-boro nelp pacar, gak ada pulsa bro”
Gue sebenarnya tau Joni gak sibuk besok, dia mesti mencari kesibukan buat menghilangkan kesepian aja. Ya sudahlah mungkin udah nasibnya Joni, untung dia punya pacar, kalo nggak namanya dah gue ganti namanya jadi Jones. Dengan prestasinya yang ia bangun selama kesepian-kespiannya, gue berharap sehabis lebaran ini, begitu lulus ia langsung mendapat kerja dan bisa merubah ekonomi keluarganya. Perjuangan masih pajang, habis lebaran ini gue dan Joni sama-sama akan wawancara kerja dan disanalah nanti perjuangan berikutnya dimulai.    


Bersambung…….


NB:
Sumber foto: http://sumutpos.co/wp-content/uploads/2014/03/Pria-kesepian-di-depan-jendela.jpg

Saturday, July 2, 2016

Sidang Skripsi

10 Juni 2016
            Pagi ini terasa berbeda dari biasanya. Pagi-pagi sekali saya sudah bangun dan siap dengan file presentasi, yang akan saya presentasikan nanti siang pukul 13.00. Bukan presentasi untuk lomba, ataupun menjadi pembicara dalam kegiatan pelatihan kepemimpinan. Presentasi kali ini jauh lebih penting, yakni presentasi untuk seminar skripsi. Setelah mengerjakan skripsi berbulan-bulan, hingga sampai jatuh sakit dan kena DB, tiba saatnya saya mempresentasikan hasil skripsi saya. Yang membuat saya gundah yakni  saya cukup tepat pada deadline dalam mengumpulkan naskah. H-1 sebelum hari pengumpulan naskah saya masih mengerjakan revisi yang cukup banyak hingga besoknya saya kumpulkan naskahnya tanpa banyak pengecekan kembali.
            30 menit sebelum mulai, saya sudah siap diruang sidang satu Teknik Geodesi UGM. Suasana sangat hening dan sunyi. Perlahan-lahan saya nyalakan proyekor dan membuka file presentasi. Tiba-tiba hape saya berbunyi, ternyata ada pesan singkat dari pembiming rahasia saya, tentunya bukan Bapak Abdul Basith yang memang pembimbing skripsi saya. Pesan singkat tersebut berbunyi “Tenang saja De, semua akan baik-baik saja “. Pesan tersebut untuk sekian menit cukup menenangkan, tapi tentu saja masih ada rasa yang sulit dijelaskan yang membuat cukup deg-degan. Tepat pukul 13.00 Bapak Abdul Basith, pembimbing saya datang disusul kemudian dengan Bapak Parseno yang merupakan dosen penguji saya. Masih tinggal menunggu Ibu Leni yang juga merupakan dosen penguji saya. Sembari menunggu Ibu Leni, obrolan santai terjadi antara saya, Pak Basith dan Parseno. Syukurlah obrolan santai ini mencairkan suasana, saat itu juga saya menajdi lebih santai dan yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Beberapa menit kemudian Ibu Leni datang, dan inilah waktunya. Sebelum memulai presentasi, terlebih dahulu di buka oleh Bapak Abdul Basith. Sembari menunggu Pak Basith membuka acara, saya teringat pesan pembimbing rahasia saya yang saya temui sehari sebelumnya. Beliau menjelaskan, dosen penguji itu datang tidak dengan pikiran meluluskan kamu atau tidak, ketika kamu sudah diterima untuk melakukan seminar, dosen akan sudah menganggap kamu lulus, penguji hanya akan datang untuk mengkoreksi mana yang perlu diperbaiki, yang terpenting yakni presentasi tepat waktu dan tidak menmbuat dosen penguji menunggu lama. Perkataan tersebut belum teruji kebenarannya tapi tentunya membuat saya tidak grogi dan lebih santai menyampaikan presentasi, tentunya setelah latihan berkali-kali sebelumnya agar presentasi tidak melebihi waktu yang diberikan. Waktu presentasi yakni 15 menit.
            Sesuai dengan latihan, presentasi saya tidak lebih dari 15 menit. Setelah presentasi baru kemudian saatnya ditanggapi oleh dosen penguji. Tanggapan dapat berupa pertanyaan, saran, kritik dan lain-lain.Penguji pertama yakni Pak Parseno. Saya sudah beberapa kali diajar Pak Parseno, dan tentu saja dia merupakan dosen yang baik dan cukup detil. Skripsi saya membahas mengeni pasang surut laut. Pak Parseno bukanlah dosen yang mengajar pasang surut, dan rasanya tidak mendalami bidang ini. Namun dari pertanyaannya yang diajukan tentunya beliau paham mengenai skripsi saya dengan baik. Ada cukup banyak koreksi dalam hal penulisan yang diberikan oleh Pak Parseno. Hal ini sudah saya perkirakan sebelumnya, mengingat H-1 masih mengerjakan revisi, setelah diprint tidak banyak dikoreksi lagi. Tentu saja salah ketik ada dimana-mana. Hal yang terbaik dilakukan ketika dosen penguji menemukan kesalahan terutama dalam kesalahn penulis, menurut saya yakni menerimanya dan menyampaikan akan langsung memperbaiki. Tidak perlu mengeles kesana-kesini, cukup terima dan perbaiki. Kurang lebih 30 menit Pak Parseno menyampaikan pesan dan pertanyaan. Berikutnya Ibu Leni. Ibu Leni merupakan dosen yang yang mengajar tentang pasang surut laut, dan beberapa kali membimbing skripsi yang bertema sama dengan yang saya kerjkaan. Secara teknis tentu saja Bu Leni sangat paham atas apa yang saya kerjaan. Hampir satu jam saya berdiskusi dengan Bu Leni. Diskusi satu jam dengan Bu Leni adalah satu jam diskusi paling ilmiah sepanjang karir saya. Beberapa kali mengikuti seminar dan presentasi tidak ada yang bertanya secara detil dan tepat mengena pada apa yang saya kerjakan. Beberapa kali Bu Leni menanyakan beberapa hal yang merupakan point utama dalam skripsi saya, ada beberapa hal yang yang bisa saya jawab dan jelaskan karena sudah saya perkirkan sebelumnya. Namun ada juga yang benar-benar tidak saya sadari sehingga harus saya tambahkan dan perbaiki pada skripsi yang saya buat. Diskusi dengan Ibu Leni ini membuat saya tahu akan hal apa yang sudah benar saya lakukan dan mana yang kurang dan perlu ditambahkan. Saya rasa seperti itulah diskusi ilmiah yang sebenarnya. Membuat penulisnya sadar mana yang perlu ditambakan dan mana yang sudah benar dilakukan. Beberapak kali mengikuti lokakarya, ada kecendrungan orang bertanya seolah-olah hanya sekedar formalitas, tidak untuk mendebat dan menemukan kesimpulan yang tepat. Ada kepuasan tersendiri ketika berhasil menjelaskan dan meyakinkan Bu Leni akan hal yang ditanyakan, mengingat beliau yang memang sudah sangat mendalami bidang pasang surut laut. Kurang lebih satu jam berdiskusi dengan Bu Leni, akhirnya semuanya selesai. Beberapa saat kemudian Pak Basith menyampaikan perkataan yang tidak akan pernah saya lupakan “Setelah berdiskusi dengan dosen penguji, saudara Sapta kamu dinyatakan lulus” sesingkat itu dan saya lulus. Sungguh kuliah 4 tahun terasa singkat saat itu juga.
Kegembiraan bertambah ketika disambut suka cita oleh rekan-rekan seperjuangn di Geodesi, teman KKN dan tentunya pendamping hati yang paling cantik. Ini bukanlah sebuah akhir, tapi sebuah awal dalam memasuki fase kehidupan yang baru.