Thursday, February 26, 2015

Implikasi Wawasan Nusantara terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir: Pengelolaan Wilayah Pesisir yang Tepat dan Bijak Berlandaskan Wawasan Nusantara


            Bebicara mengenai wilayah pesisir, erat kaitannya dengan Nusantara. Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua, yang sekarang sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia (Wikipedia). Jadi wilayah pesisir merupakan bagian dari Nusantara itu sendiri.
            Sebelum berbicara lebih lanjut mengenai pengelolaan wilayah pesisir perlu diketahui bagaimana sejarah terbentuknya Nusantara hingga seperti saat ini yang kita kenal dengan Indonesia.  
            Wilayah Indonesia sendiri mengikuti bekas jajahan Belanda. Hal ini sesuai dengan konsep Uti Posidetis Juris yakni wilayah dan batas wilayah suatu negara merupakan warisan dari penguasa pendahulu (dalam hal ini para penjajah) yang di dapat setelah negara tersebut meraih kemerdekaan. Namun saat kemerdekaan ada hal penting yang perlu diperhatikan, yakni wilayah perairan Indonesia. Saat merdeka wilayah perairan Indonesia hanya mencakup jarak 3 mil dari masing-masing pulau yang diukur dari garis pantai masing-masing Pulau. Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang jarak  antar Pulau 1 dengan pulau lainnya bisa lebih dari 3 mil. Hal ini tentunya tidak menguntungkan Indonesia. Bayangkan saja misalnya antara pulau Jawa dan Kalimantan terdapat wilayah perairan Internasional, tentu akan kerepotan jika harus mengurus ijin atau ada aturan khusus jika harus memasuki perairan Internasional. Jika dikaitkan dengan pengelolaan wilayah pesisir tentu saja akan sedikit wilayah perairan pesisir yang bisa dikelola dan dimanfaatkan keberadaanya. Lalu bagaimana tindakan pemerintah saat itu menanggapi kondisi perarairan Indonesia? Indonesia melalui Perdana Menteri Djoeanda Kartawidjaja mendeklarasikan bahwa Indonesia mengklaim bahwa semua kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi perairan Indonesia dan merupakan bagian kedaulatan Indonesia. Kemudian Djoeanda meminta seorang diplomat muda Indonesia, Mochtar Kusumaatmaja, untuk menggambar garis yang melingkupi kepulauan Indonesia. Garis itu kemudian dikenal dengan garis pangkal kepulauan yang menghubungkan titik-titik paling tepi pulau-pulau terluar Indonesia. Inilah cikal bakal Wawasan Nusantara yang memandang keseluruhan wilayah Indonesia yang terdiri dari wilayah darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan yang utuh.
            Setelah itu perjuangan Pemerintah Indonesia masih terus berlanjut dan akhirnya membuahkan hasil. Pada tahun 1982 dunia mengakui status Indonesia sebagai negara kepulauan dengan disepakatinya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) serta laut di antara pulau-pulau Indonesia kemudian diakui sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia. Berikut ilustrasi wilayah perairan Indonesia saat masih menggunakan konsep 3 mil dari garis pantai dibandingkan dengan wilayah perairan yang sudah disepakati dalam UNCLOS.

 
Perairan Indonesia dengan jarak 3 mil dari pulau. Sumber: materi kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir Teknik Geodesi FT UGM


Wilayah Peraiaran Indonesia yang dispakati melalui UNCLOS. Sumber: materi kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir Teknik Geodesi FT UGM




Jadi bisa dibayangkan untuk memperoleh kondisi perairan Indonesia seperti saat ini perlu perjuangan yang tidak mudah untuk kemudian dapat diakui dunia. Wilayah pesisir yang kita kelola saat ini adalah hasil perjuamgan diplomatis pemimpin-peminpin kita terdahulu. Memahami bagaimana tebentuknya wawasan Nusantara yang tidak mudah, tentunya tidak ada alasan untuk tidak menghargai seluruh komponen yang ada di nusantara saat ini, termasuk wilayah pesisir dan perairannya. Wilayah perairan yang dulunya hanya diakui 3 mil dari garis pantai dan tidak dikenalnya adanya perairan kepulauan,  saat ini sudah berubah. Sudah diakui adanya perairan kepulauan, laut territorial dihitung 12 mil dari garis pangkal dan juga terdapat Zona Ekonomi Eklusif 200 mil dari laut territorial.
            Persoalan-persoalan yang kemudian muncul setelah bertambahnya wilayah perairan kepualauan di Indonesia antara lain yakni penetuan batas terluar perairan Indonesia dan penentuan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Penetuan batas terluar perairan Indonesia sangat erat kaitannya dengan wilayah Peisisir khusunya batas terluar yang kebetulan bersebrangan dengan Negara lain. Perlu garis batas yang jelas antar Negara agar jelas sampai dimana pengelolaan wilayah perairan itu dapat dilakukan. Yang tidak kalah pentingnya lagi yakni yakni ALKI. Ketika dunia sudah mengakui adanya perairan kepulauan di Indonesia, Indonesia tidak bisa menutup mata begitu saja terhadap Negara lain, Negara lain berhak melintas di Perairan Indonesia, dan sebaliknya Indonesia berhak menetukan alur laut yang boleh dimasuki oleh Negara lain. Sampai saat ini sudah tedapat beberapa ALKI yang sudah ditentukan Indonesia, namun kemungkinan masih akan bertambah karena masih belum ada ALKI dari Barat ke Timur.

            Mengingat tidak mudahnya perjuangan dalam menciptakan Wawasana Nusantara, maka kita perlu lebih bijaksana dalam melakukan pengelolaan akan kekayaan nusantara yang ada saat ini, khususnya wilayah Pesisir. Kesadaran dalam melakukan pengelolaan yang tepat sangat diperlukan agar wilayah Pesisir dapat diberdayakan secara berkelanjutan dan Wawasan Nusantara dapat dipertahankan.

Thursday, February 19, 2015

Aspek Hukum Pengelolaan Wilayah Pesisir: Analisis Perubahan UU No. 27 tahun 2007 Menjadi UU No.1 Tahun 2014



Berbicara soal Pengelolaan Wilayah Pesisir, tidak bisa hanya membahas mengenai bagaimana cara membuat wilayah pesisir menjadi indah dan mempesona seperti Marina Bay yang ada di Singapur atau membahas bagaimana cara menghilangkan sampah di laut. Ada 1 aspek yang perlu diketahui setiap orang yang ingin melakukan pengelolaan wilayah pesisir, aspek tersebut yakni aspek Hukum. Aspek hukum diperlukan agar kita tahu apa saja yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, serta tahu dimana kita bisa berperan dalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir agar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku.
Pengelolaan Wilayah Pesisir sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 27 tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, namun kemudian ada perubahan mengenai UU No. 27 tahun 2007 yang dijelaskan dalam UU No. 1 tahun 2014.
Alasan mengenai kenapa dilakukan perubahan disebutkan  dalam UU No. 1 Tahun 2014 pada bagian “menimbang” point b,yakni dijelaskna bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil belum memberikan kewenangan dan tanggung jawab negara secara memadai atas pengelolaan Perairan Pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga beberapa pasal perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat. Kalimat “belum memberikan kewenangan dan tanggung jawab Negara secara memadai” perlu digaris bawahi. Artinya pasal UU No.1 Tahun 2013 dibuat untuk memperjelas kewenangan dan tanggung jawab Negara  didalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Adapun beberapa pasal pada Undang-Undang No.27 tahun 2007 yang disempurnakan pada Undang-Undang No.1 tahun 2014 yakni

Monday, February 16, 2015

Masyarakat Indonesia Perlu Belajar Pengelolaan Wilayah Pesisir


            Mendengar kata Wilayah Pesisir apa yang ada dibenak Anda? Pasir? Laut? Pantai? Nelayan? Ikan?. Jika iya, mungkin kita satu pemikiran. Tapi coba lihat gambar pesisir dibawah ini, mungkin ada beberapa hal yang tidak terpikirkan ketika mendengar kata wilayah pesisir.

Sumber Gambar: http://www.humblerooster.com/wp/wp-content/uploads/2011/10/Marina-Bay-Sands_night-1.jpg

Gambar itulah yang ditunjukkan oleh dosen saya sewaktu kuliah perdana Pengelolaan Wilayah Pesisir, Bapak I Made Andi Arsana. Gambar diatas juga merupakan wilayah pesisir, cukup berbeda dengan bayangan saya awalnya yang isinya pantai berpasir lengkap dengan nelayannya. Jadi apa sebenarnya yang dimaksud wilayah pesisir? Wilayah Pesisir merupakan peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan darat dan laut. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 2.
Lalu seberapa pentingkah wilayah pesisir bagi Indonesia? Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan 60% penduduknya tinggal diwilayah pesisir, hal ini tentunya membuat wilayah pesisir cukup penting bagi Indonesia. Ada banyak kegiatan yang dapat terjadi diwilayah pesisir mulai dari kegiatan wisata, penangkapan ikan oleh nelayan, kegiatan sosial dan lain sebagainya. Jika semua aktivitas yang ada dipesisir itu dilakukan secara bersamaan, maka perlu dilakukan pengelolaan yang terpadu sehingga wilayah pesisir dapat tetap seimbang dan dapat digunakan secara berkelanjutan.
Saat ini ada beberapa permasalahan yang sering terjadi di wilayah pesisir, yang paling umum yakni adanya polusi atau pencemaran diwilayah pesisir, Polusi ini salah satunya  penyebabnya adalah perilaku ‘kita’ semua. Hal yang paling sering terjadi yakni membuang sampah sembarangan dipantai atau dilaut. Masalah seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika semua orang mempunyai kesadaran akan pentingnya wilayah pesisir bagi kehidupan manusia. Kita tidak bisa menyalahkan 1 pihak yang melakukan pencemaran diwilayah pesisir atau menyalahkan pemerintah, semua orang harusnya memiliki rasa tanggung jawab dalam menjaga kondisi lingkungan, khususnya wilayah pesisir, mengingat sebagian besar dari kita tinggal diwilayah pesisir. Saya rasa semua orang kurang suka melihat pemandangan seperti dibawah ini:

Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaW4uG0OvQ2LFBvKvzCyTDitXEs8XD9H3A7gzGVTH0Ci8gpHASb9Vi-ZhnC4FIozCekmeGqmpCFrVFitezzlm56g86L4CHLsvCq2_psB0QLkiK2rvTl3utvBHD3ZvneFY6xCRqeK6SOds/s1600/statik.tempo.co.jpg


            Pertanyaannya adalah bagaimana cara mengubah wilayah pesisir yang sudah tercemar seperti diatas menjadi wilayah pesisir yang indah dan bermanfaat bagi kehidupan manusia khususnya masyarakat Indonesia? Itu akan menjadi tugas kita semua untuk menyelesaikannya.
            Berbicara soal wilayah pesisir, ada hal yang juga perlu diketahui sebelum nantinya melakukan pengelolaan wilayah pesisir, yakni batas wilayah pesisir. Tadi diawal sudah disebutkan kalau wilayah pesisir merupakan peralihan antara ekosisntem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan dan darat laut. Pada bagian ekosistem laut sejauh mana sebenarnya perairan yang tergolong dalam perairan pesisir? Peraiaran pesisir sudah dijelaskan dalam UU No. 1 tahun 2014, Pasal 1 ayat 7 yang berbunyi “Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna”.
            Dari penjelasan UU No. 1 tahun 2014, Pasal 1 ayat 7, dapat dipertegas kembali, jika ada 1 daratan/pulau yang tidak bertetangga dengan daratan/pulau lain maka l pulau tersebut memiliki batas perairan pesisir hanya sejauh 12 mil dari garis pantai. Namun jika terdapat perairan antar 2 pulau, maka perairan pesisirnya adalah perairan yang menghubungkan kedua pulau tersebut sehingga perairan pesisir dimungkinkan lebih dari 12 mil dari garis pantai, untuk lebih jelasnya coba lihat ilustrasi berikut:
             




Sebagai orang Indonesia  tentunya akan sangat penting mempelajari wilayah peisir, karena mempelajari wilayah pesisir adalah mempelajari 60% tempat tinggal penduduk Indonesia.

Catatan:
-          Tulisan ini mengacu pada materi kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir Teknik Geodesi FT UGM.

-          Penulis masih dalam proses pembelajaran mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir, sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kemajuan tulisan ini. 

Tuesday, February 10, 2015

Becoming a Geospatial Blogger




I started becoming a blogger in 2012, when i am in first year in university. I make a blog because I realize that what I am learned in University not so famous to other people. I am study geodesi in University. In Indonesia, maybe Geodesy not known like a doctor. So I decided to write what I learned in Geodesy, and share it via blog. Becoming a blogger is very fun, I can get many new friends because I wrote Geodesy. When many students want to join Geodesy, sometime they ask me everything about Geodesy, and its so fun to explain what I know about Geodesy.
One day, there are public lecture about how to becoming a Geospatial blogger. I am very interest about becoming a Geospatial blogger. When you become a normal blogger, just answer the question “What, Why,Who, Where,When, and How” in your article that you post in your blog. But if you become a Geospatial Blogger, lets answer the question “where” with a Map in your article . And how to make the Map and share it in your Blog? It simple, you can make by Google Maps, and embed in your Blog. Sometime I do it when I post an article in my blog. One of the Map I have share is a Radius Maps of Volcano, when Kelud Mountain have erupted in my country, I make a Radius Maps. The center of the radius is  in the middle of Kelud Mountain. So lets see the maps that I have made:




So simple to becoming a geospastial Blogger. Are you a geospatial blogger too?



Monday, February 9, 2015

Informasi Spasial Tukang Parkir yang Menyelamatkan


Minggu, 8 Februari 2015
            Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan, besok adalah hari dimana saya harus mengumpulkan peta akhir hasil kemah kerja yang saya lakukan beberapa waktu lalu di Bayat, Klaten. Petanya sebenarnya sudah jadi, namun belum saya cetak karena mau saya cek kembali dengan teman sekelompok saya. Besok saya dan teman sekelompok saya harus mengumpulkan peta tepat pukul 06.30 WIB, mungkin paling pagi diantara kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan dosen pembimbing saya yang kebetulan ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan siang hari sampe malam, sehingga hanya ada waktu pagi untuk memeriksa hasil petanya dan sekaligus mengadakan responsi.
            Hari itu juga saya melengkapi hal-hal yang masih belum sempurna di Peta yang akan saya kumpul besok. Sore hari tepat pukul 3 sore saya pergi kesebuah percetakan berlokasi di jalan Gejayan. Harga untuk mencetak 1 peta ukuran A1 adalah Rp.45.000. Cukup mahal untuk ukuran mahasiswa seperti saya, ditambah lagi 1 mahasiswa harus mencetak 2 peta, karena ukuran petanya tidak muat dalam 1 ukuran A1. Akhirnya saya memutuskan untuk mencetak 1 peta saja terlebih dahulu untuk mengecek hasilnya. Walau bukan mahasiswa Ekonomi, tapi saya mengerti apa jadinya jika sekaligus mencetak dalam jumlah yang banyak, kemudian terdapat kesalahan, akan sangat rugi jika harus mengulang mencetak kembali semuanya.
            Singkat cerita 1 peta akhirnya tercetak. Saya dan teman-teman sekelompok akhirnya mengecek kemabali hasil peta yang sudah tercetak. Benar saja masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, tampilan peta dilayar komputer dan setelah dicetak ternyata masih ada yang berbeda, sehingga perlu diatur ulang. Akhirnya jam 7 malam saya kembali ke percetakaan saat semuanya sudah yakin petanya sudah benar. Begitu saya menyampaikan ingin mencetak 8 peta, front officenya mengatakan “ Maaf mas operator kami sedang istirahat, belum tau balik jam berapa”.
            “Disini tutup jam berapa ya Mbak?” tanya saya berusaha untuk tetap tenang. “ Jam 9 Mas. Ternyata percetakan kalau hari minggu tutupnya cukup cepat. Akhirnya saya memutuskan untu mencetak ditempat lain. Karena sudah terbiasa menangani urusan cetak-mencetak untuk kegiatan organisasi, jadi saya cukup banyak tau dimana saja lokasi percetakan yang ada di Jogja, tepatnya disekitar UGM.
            Tak berlama-lama saya sudah berada dilokasi percetakan yang ke 2,dan sedikit tragis, begitu mengatakan ingin mencetak peta ukuran A1, front officenya mengatakan “ Maaf mas, operator kami sedang libur”. Kali ini ada sedikit kecemasan dalam diri saya. Oke masih ada 2 percetakan yang saya tau  bisa mencetak dengan ukuran A1. Dilokasi percetakan ke 3, sayang sekali ternyata hari minggu tidak buka. Saat itu juga tidak sengaja keringat dingin  mulai keluar.  Masih ada 1 tempat lagi yang bisa saya datangi, dan akirnya tempatnya buka. “Mas bisa cetak peta ukuran A1?” “ Bisa Mas”, kemudian ada perpertanyaan “mematikan” setelah itu. Mau print warna apa hitam putih ya?, kalau warna kami tidak bisa Mas. Saya langsung menghela nafas, kali ini saya tidak bisa pura-pura tenang ke diri saya sendiri. Besok pagi jam 6.30 peta sudah harus diberikan ke Dosen, karena Dosen pembimbing saya akan keluar negeri untuk beberapa hari, maka jika peta tidak diberikan besok saya akan terlambat mengumpulkan peta dalam waktu yang cukup lama. Peta yang sebelumnya sudah dibuat dengan susah payah, melewati proses pengukuran di Bayat selama 12 hari, sepertinya tidak bagus jika ceritanya diakhiri dengan kisah terlambat mengumpulkan peta karena tidak ada percetakan yang buka. Akhirnya saya memutuskan untuk mengitari Jogja untuk mencari percetakan yang masih buka. Dan syukurnya lagi hujan turun cukup deras malam itu, makan malam pun belum sempat, lengkaplah sudah cobaan malam ini. Perlahan lahan saya telusuri jalan disekitaran Jogja untuk melihat tempat percetakan, sesekali ada terlihat tempat percetakan namun rata-rata sudah tutup semua. Kali ini saya sudah tidak tenang, tidak lucu jadinya jika malam itu juga saya menelpon Dosen saya dan mengatakan besok petanya belum jadi karena percetakan tutup.
            Setelah mencari-cari cukup lama, saya masih belum menemukan tempat percetakan. Awalnya saya tidak ingin menceritakan ini kepada teman-teman saya yang lainnya agar tidak ikut panik, tapi karena tempat percetakan yang saya ketahui sudah habis akhirnya saya menghubungi teman-teman yang lainnya. Benar saja, semuanya menyarankan mencetak ke tempat yang sudah saya kunjungi sebelumnya, bahkan saya sudah mengunjungi percetakan yang teman-teman saya tidak ketahui. Akhirnya saya memutuskan kembali ke lokasi percetakan pertama, barang kali operatornya sudah kembali. Begitu kembali kesana operatornya ternyata tidak ada, dan yang lebih menyakitkan lagi ternyata operaotrnya pulang dan besok baru bisa mencetak. Oke dalam hati saya berkata, Tuhan mencoba menguji kesabaran dan usaha saya malam ini. Saya diam sejenak, mencoba berfikir planning yang harus saya lakukan. Pertama saya akan bertanaya ke teman-teman saya yang lainnya yang mungkin juga sudah mencetak peta, kedua jika tidak berhasil cara pertama saya akan kembali mengitari Jogja untuk mencari tempat percetaan. Palnning ketiga sebenarnya tidak ingin saya lakukan, tapi tetap harus ada jika planning 1 dan 2 gagal, yakni menelpon dosen dan menjelaskan keadaannya. Planning 1 pun dilasanakan, tidak ada solusi karena kebanyakn teman saya juga belum mencetak peta karena kebanyakan tidak mengumpulkan peta di pagi hari sepeti saya, jadwalnya berbeda-beda tergantung dari dosennya. Dengan sedikit keraguan planning ke 2 pun akan saya lakukan perlahan-lahan menuju motor matic saya yang belum di servis 2 bulan ini. Yang menyebalkan lagi saya harus bayar parkir untuk yang ke 3 kalinya ditempat yang sama.
            “Mas tidak usah bayar parkir lagi ya, ini udah 3 kali” Entah kenapa saya keceplosan mengatakan hal itu pada tukang parker. “ Oh ya tidak apa-apa Mas, sudah tidak kembali lagi kan nanti?. “ Iya Mas, Mas tahu tempat percetakan yang masih buka sampe malam dan hari minggu juga masih buka Mas?” Entah kenapa ada seseorang yang sepertinya menyuruh saya untuk bertanya pada tukang parkir ini. Dan jawabannya ternyata mengejutkan, “ Ada mas, lokasinya di Condong Catur, dari sini mas lurus keutara lewati jalan utama, lewati perempatang Ring Road, lurus keutara, nanti belok kanan, terus kiri, percetakannya di kanan jalan tepat di depan tempat karaoke”. Untuk ukuran tukang parkir, informasi spasial yang diberikan cukup jelas, ada arah jalan dan acuan lokasi dari tempat karaoke. Saya sepertinya tahu tempat karaoke yang dimaksud, (bukan karena sering karaoke). Akhirnya semua planning berubah, saya akan ke percetakan yang dimaksud tukang parkir tersebut. Dengan cepat saya sudah sampai ditempat yang dimaksud,, terlihat Mbak front office yang cantik menyambut saya yang kucel dan basah karena kehujanan. “Mbak bisa cetak A1?” Bisa Mas. “Bisa jadi malam ini?”. “Bisa Mas. “Bisa berwarna kan Mbak?” Dengan senyum manis, mbaknya menjawan : “Bisa kok Mas.” Seketika itu juga mbak tersebut langsung berubah bagai Ibu Peri yang bisa mengabulkan semua permintaan saya malam itu juga tak peduli harganya berapa saya bayar yang peting selesai malam ini juga.
            Saya duduk sejenak, saya menyempatkan mengobrol dengan Mbaknya dan menceritakan bagaimana perjuangan saya untuk sampai ketempat ini. Saya semakin yakin Tuhan selalu memberi cobaan yang pasti bisa diselesaikan. Saya sebenarnya tidak suka promosi tapi untuk kali ini saya sampaikan bahwa saya mencetak di GKM Print berlokasi di Jalan Rajawali Raya/ Sukaharjo No.1 A1 Condong Catur. Saya tidak mendapat diskon karena menuliskan nama percetakan disini, tapi sebagai bentuk trimakasih saya sampaikan lokasi percetakannya di blog. Harganya memang cukup mahal disbanding yang lain, tapi dari segi pelayanan bisa diacungi jempol dan yang terpenting senin – sabtu buka 24 jam dan hari minggu buka sampai jam 11, percayalah akan agak sulit mencari percetakan yang buka dihari minggu sampai jam 11 lengkap dengan operatornya.
            Akhirnya jam 11 kurang 15 menit petanya sudah tercetak sesuai pesanan. Saya langsung pulang dan berisitrirahat karena besok jam 6.30 pagi sudah harus berada di kantor pusat UGM untuk responsi  dan menampilkan peta ke Dosen. Esoknya responsi berjalan cukup lancar, semua pertanyaan bisa terjawab dengan baik, Bapak Dosen juga tidak tau bagaimana perjuangan mecetak peta ini (kecuali beliau baca blog saya J) , yang terpenting saya sudah mengerjakan tugas saya dan melewati semua proses pembuatan peta ini sampai akhir. Dan terakhir perjalanan mencetak peta sampai responsi ini berakhir  di warung makan bubur ayam dipinggir jalan kaliurang, entah kenapa buburnya terasa nikmat dan dunia seolah menyambut hangat saya pagi itu juga setelah responsi.