Kali
ini saya ingin berbagi pengalam saya beberapa waktu lalu ketika ikut membantu
senior saya yang akan mencari data untuk skripsinya. Data yang dicari adalah
batimetri atau kedalaman laut,pasang surut, dan data sudut serta jarak. Survei
kali ini berlokasi di pantai Sadeng,
Gungkidul. Ikut survey hidro ini bukanlah yang pertama kali untuk saya, waktu
semester 2 lalu saya sempat ikut
membantu survey ke Waduk Sermo, walau saat itu saya hanya menjadi helper, namun cerita itu saya tulis lengkap
disini
Kali
ini walau masih semester 4, dan belum mengambil matakuliah Survei Hidro, saya
tidak lagi menjadi helper. Karena
posisi kapal survei juga diikat dengan titik kontrol didarat pada saat mengukur
batimetri, maka diperlukanlah Total Station untuk mendapatkan sudut dan jarak
kapal dari darat. Disanalah tugas saya kali ini, mengukur sudut dan jarak kapal
dari darat guna memperoleh koordinat kapal nantinya.
Sebelumnya
perlu saya ceritakan, survey kali ini dipimpin oleh Mas Ari Sudrajat (Geodesi
2009) yang kali ini menjadi pemeran utama dalam survey kali ini, karena dialah
yang sedang skripsi. Selain itu tentu saja ada juga kepala Lab Hidro, Bapak
Abdul Basith, yang sangat baik dan sudah kedua kalinya mengajak saya ikut
survey Hidro disemter yang cukup
dibilang masih junior ini. Pengalam survey seperti ini tentu sangat penting
untuk menambah ilmu, beruntung saya bisa ikut, karena memang saya berusaha
menjaga hubungan baik dengan dosen ataupun kakak senior, sehingga tawaran ikut
membantupun datang. Tak terbayang jika kerjaan mahasiswa hanya kuliah dan
pulang, saya yakin kesempatan survey seperti ini akan sulit didapat. Selain itu
masih ada juga teman yang lainnya ikut antara lain Mas Yoga (Geodesi 2009), Mas
Dicky (Geodesi 2010), Mas Yudho (Geodesi 2011), Mbak Meygan (Geodesi 2011), Mbak
Dindi (Geodesi 2011), Mas Wildan (Geodesi 2011), Mira (Geodesi 2012),Fatku
(Geomatika 2012), Fendi (Geodesi 2012) dan Mas Bowo Penjaga Lab Hidro.
Survei
kali ini sepertinya sudah dipersiapkan dengan matang, beberapa hari sebelum
berangkat semua yang ikut survey dibrifing
dan dibagi menjadi beberapa tim. Ada 3 tim yakni tim Batimetri, tim Pasanag
Surut dan Tim Kerangka Kontrol Horisontal (KKH). Berbeda dengan survey saat di Waduk Sermo, waktu itu saya tidak
diajak briefing, melainkan hanya
mendadak diajak, sehingga kurang persiapan. Kali ini selain brifing juga ada pelatihan menggunakan
alat dikampus. Saya tergabung didalam Tim KKH bersama Mas Yudho dalam survey
ini. Inti dari penelitian kali ini yakni pertama adalah mengetahui kedalaman
perairan Sadeng dengan mengukur menggunakan Echosounder
dan fishfinder dengan kapal nelayan.
Kemudian posisi kapal saat survey ditentukan dengan GPS dan diikatkan lagi
dengan titik control didarat untuk membandingkan koordinat GPS dengan koordinat
hasil hitungan melalui pengikatan didarat, dan data yang dicari terakhir adalah
data pasang surut yang diukur dengan rambu ukur.
Berikut
lokasi pengukuran yang saya print screen dari google maps
Dan berikut ini adalah
rute kapal survey dan jarring KKH pada saat itu.
Garis
merah menunjukkan jalur kapal survey sedangkan garis kuning merupakan KKH.
Lokasi
Pantai Sadeng cukup jauh dari kampus, perlu waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke
lokasi survey. Semua tim berangkat pukul 6 pagi menggunakan mobil,setibanya
dilokasi, tidak ada waktu lagi untuk bermain-main apalagi foto selfie, brifing singkat dilokasi,selanjutnya langsung mengerjakan tugas sesuai
tim masing-masing.
Karena
saya tergabung dalam Tim KKH, tentu yang paling saya ketahui adalah Teknis
pengukuran KKH, tapi tentunya saya juga harus menyempatkan “kepo” ke tim lain agar ilmu saya
bertambah juga. Saya akan review
sedikit mengenai tugas dimasing-masing tim.
Yang
pertama ada Tim Batimetri. Sebenarnya saya sangat ingin masuk tim ini untuk
memperdalam ilmu pengukuran batimetri, namun karena lebih dibutuhkan di KKH dan
belum berpengalaman dengan alat echosounder
alhasil saya tidak bisa terlibat banyak dipengukuran batimetri ini. Pengukuran
batimetri menggunakan alat Echosounder
dan Fishfinder. Ecosounder sendiri dilengkapi dengan tranduser yang diletakkan
disamping kapal yang ujungnya dicelupkan di air. Transduser yang berfungsi mengirimkan
sinyal akustik kedalam air menuju dasar laut sehingga nantinya bisa diperoleh
kedalamannya. Tranduser memancarkan sinyal -sinyal akustik ke bawah permukaan
laut. Sebenarnya prinsipnya hampir sama seperti pengukuran jarak menggunakan
total station. Rumusnya : Jarak = ( Kecepatan gelombang x Waktu ) / 2. Alasan
dibagi 2 yakni karena jarak yang ditempuh kan bolak balik, jadi dibagi 2 supaya
jarak one way saja yang didapatkan .
Alat satu lagi adalah fishfinder, sesuai namanya alat ini sebenarnya diapaki
untuk mencari ikan, namun karena juga mampu menunjukkan kedalaman, alat ini
juga sering dipakai survey. Alasan utamanya tentu saja karena harganya jauh
lebih murah dari pada echosounder.
Berikut
ini alat ecosounder :
Dan
ini adalah kapal survey yang digunakan, bukan kapal besar,melainkan kapal
nelayan yang sayangnya tidak ada penutup bagian atasnya, Bisa dibayangkan
bagaiamana dikapal tanpa penutup atas disiang hari, panasnya cukup mampu
membakar kulit.
Tim
berikutnya ada tim pasang surut, tim ini bertugas untuk mengamati ketinggian
air menggunakan rambu ukur. Prinsipnya cukup sederhana, tinggal mencelupka
rambu ukur hingga kedasar laut, kemudian setiap 15 menit dicatat tinggi
permukaan lautnya.
Berikut
ini foto ketika mencelupkan rambu ukur ke laut.
Dan
tim berikutnya tentu saja tim KKH. Selain bersama Mas Yudho, tim KKH juga
dibantu oleh Fendi dan Fatkhu. Tugas kami pada saat tiba disana yakni mengukur
polygon utamanya. Poligonnya adalah polygon terbuka terikat sepihak. Jadi hanya
ada 1 titik kontrol yang diketahui koordintanya. Tunggu dulu, jika pembaca
bukan mahasiswa geodesi mungkin bingung dengan istilah polygon. Saya coba
jelaskan secara sederhana. Coba dibayangkan jika sekarang kamu sedang naik
kapal dilaut, dari laut kamu melihat 5 patung yang posisinya tetap dan tidak
bisa digeser,kemudian tiap patung itu memiliki angka sebagai kode posisi patung
tersebut, angka tersebutlah yang disebut koordinat. Untuk mengetahui posisi
kapal dengan acuan patung tersebut, maka perlu diukur jarak patung kekapal dan
sudutnya. Nah pengukur sudut dan jarak itu bisa digunakan alat Total Station.
Posisi patung-patung itu didalam pengukuran sebenarnya berupa titik, yang
dimana Total Station akan didirikan di titik tersebut. Nah jika ke 5 titik
tersebut dihubungkan dengan garis, maka garis tersebut disebut polygon. Karena
hanya ada 1 patung yang memiliki angka, atau ada 1 titik yang memiliki
koordinat, maka koordinat dititik yang lain perlu dihitung dengan terlebuh
dahulu mengukur sudut dan jarak dari 1 titik yang sudah diketahui koordinatnya.
Atau jika dengan Total Station koordinat titik yang lain bisa langsung otomatis
didapat.
Tugas
saya waktu itu adalah mencari koordinat titik polygon, setelah semua didapat
baru kemudian membidik kearah kapal untuk nantinya mendapatkan nilai sudut dan
jarak kapal agar mendapat koordinat posisi kapal. Mengukur polygon bukan hal
yang jarang saya lakukan, sudah beberapa kali dilakukan saat praktek di kampus.
Yang tidak biasa adalah tempatnya, saya sempat sentering dan mendirikan alat
benar-benar dipinggir laut, dengan angin yang kencang, agak ngeri juga ketika
melihat kebawah laut saat sentering, apa jadinya kalau alat yang mahal yang
saya pegang jatuh kesana.
Selain itu yang tidak biasa lagi adalah
suhunya, mengukur dipantai sekitar jam 11-12 itu panasnya bukan main, saat itu saya sempat berpikir, kalau bekerja ditambang
batubara, bagaimana ya panasnya. Ada sedikit hal yang menggagu saat mengukur,
yakni meteran hanya ada 1, sehingga untuk mengukur tinggi alat, meteran
tersebuta harus dioper-oper antar titik kontrol. Dengan jarak antar titik kontrol yang cukup
jauh, akhirnya tim KKH harus lari-larian memindahkan meteran.
Begitu
koordinat polygon sudah didapat, langsung kami coba ploting di AutoCAD,
hasilnya sudah sesuai dengan kondisi dilapangan. Setelah itu selanjutnya
langsung menyiapkan alat lagi untuk mengukur sudut dan jarak kapal dari titik
kontrol yang tadi.
Disinilah
tantangan tersebarnya, membidik kapal yang sedang bergerak ditengah laut.
Membidik harus cepat dan tepat. Untuk mengukur sudut dan jarak kapal digunakan 2 total station, jadi 2 total
station di titik kotrol yang beda harus membidik kapal berbarengan pada waktu
dan posisi yang sama. Triknya adalah menggunakan HT. Mas Yudho mengkomandoi waktu
mulai membidik kapal, dihitungan ketiga
saya akan mengunci klem Total Station, dan mencatat sudutnya, data jarak
tidak bisa didapat karena sangat sulit membidik prisma ditengah laut dengan
kapal yang bergerak-gerak. Akhirnya sudut dicatat secara manual dan jarak akan
dihitung manual dari data sudut yang ada. Metode untuk mencari posisi kapal
disini adalah metode pemotongan kemuka. Pemotongan kemukan adalah metode
pengukuran untuk meperoleh koordinat suatu titik dengan cara mengukur sudut dan
jarak dengan ketentuan alat didirikan di titik yang sudah diketahui
koordinatnya. Agar lebih jelas coba perhatikan gambar ini :
Diumpamakan
titik merah adalah posisi kapal, dan titik warna kuning adalah titik polygon
yang sudah diketahui koordinatnya. Dengan total station maka sudut β dan µ
dapat dicari kemudian jarak b dan c bisa dihitung dengan rumus sinus sebagai
berikut:
Sedangkan
jarak anatr titik polygon bisa dihitung. Misalkan titik kuning itu adalah A dan
B maka jarak AB =
Untuk
mencari koordinat kapal dapat menggunakan acuan titik A atau B, jika dari titik
A koordinat kapal :
Xkapal
= XA + da-kapal (jarak titik A ke kapal) sin Azimut Ake-kapal
Ykapal
= YA + da-kapal (jarak titik
A ke kapal) cos Azimut Ake-kapal
Setelah
membidik kapal berjam-jam, akhirnya sore sekitar jam 5 semua pengukuran selesai
dilakuka. Baru terasa kulit terbakar waktu sudah selaesai mengukur. Pengalaman
seperti ini menjadi sangat seru karena tak sering bisa saya peroleh. Suatu saat
mungkin akan tertulis lagi suatu pengalaman survey hidro, dengan kapal yang
lebih besar dan lautan yang lebih luas tentunya J