Sunday, November 17, 2019

Mengenang Bidikmisi




Suatu malam di tahun 2012, saya melaju ke sebuah warnet di pusat kota Tabanan. Hati berdebar debar, kala itu saya hendak melihat pengumuman SNMPTN , yakni Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Pikiran makin buyar ketika beberapa teman saya sudah memberi tahu bahwa ia diterima di Universitas pilihannya masing masing. Kala itu setiap siswa dapat memilih 2 Universitas, dan 2 prodi di masing masing universitas. Saya menjatuhkan pilihan pada Teknik Geodesi, Universitas Gadjah Mada, dan prodi Teknik Geologi di pilihan ke 2. Dengan hati yang gelisah, karena jika tidak lulus SNMPTN ini saya tidak punya rencana lain kuliah dimana, atau akan hendak kuliah atau tidak. Billing warnet depan SMK 1 Tabanan menjadi saksi, perasahaan bahagia mengharu biru ketika saya melihat nama saya dinyatakan lolos di Prodi Teknik Geodesi UGM. Tanpa berpikir panjang, saya langsung men screen shoot pengumuman tersebut, browsing pengertian tentang Teknik Geodesi di wikipedia dan mencetak hasilnya, untuk saya bawa pulang dan tunjukkan ke orang tua saya.  Kebut laju motor mio yang saya bawa malam itu tanpa menghiraukan apapun, saya hanya ingin segera sampai rumah dan memberi tahu kabar gembira ini, bahwa saya akan kuliah di Yogyakarta. Sepanjang sejarah keluarga saya, saya adalah orang pertama yang kenempuh pendidikan hingga S1 dan kuliah di luar Bali pula. Sampai dirumah, dengan sigap saya menjelaskan tentang apa itu Teknik Geodesi, bagaimana bagusnya UGM, walaupun saat itu saya hanya tau dari internet. Dengan bahagia, orang tua serta kakak saya yang kala itu masih ada di dunia, turut senang dan sangat mendukung saya untuk bisa kuliah di Yogyakarta. Namun satu pertanyaan dari Ibu saya membuat kesenangan itu seketika menjadi hening, " Bagaimana dengan beasiswanya?"
Saya mendaftar lewat jalur Bidikmisi namun pada lembar pengumaman SNMPTN tidak tertera jalur bidikmisi. Pikiran saya mulai beralih kembali mengenai biaya kuliah, apalagi ini bukan di Bali. Singkat cerita, setelah mencari ke berbagai sumber akhirnya saya mendapati informasi bahwa akan ada interview biasiswa bidikmisi kembali di Yogyakarta.

Hari keberangkatan menjadi hari yang genting. Bagi keluarga saya dulu, berangkat ke Jogja adalah perkara yang rumit. Mau naik apa, akan tinggal dimana, bagaimana transportasi slama disana dan segala macam hal lain yang ditakutkan karena dalam keluarga saya belum ada yang merantau hingga ke Jawa. Singkat cerita saya bisa berangkat ke Jogja dengan menumpang di keluarga teman saya, sebut saja Cahya. Ia juga diterima di UGM, Cahya berangkat ke Jogja bersama keluarganya dengan menggunakan mobil, kebetulan masih tersisa 1 slot penumpang di kursi belakang. Keluarganya berbaik hati menawarkan ke saya untuk berangkat bersama ke jogja dengan mengisi 1 slot yang tersisa. Saya terselamatkan,  akhirnya saya bisa berangkat ke Jogja dengan lebih tenang karena ada teman yang diajak berangkat. 

Sampai di Jogja saya di bawa ke sebuah rumah megah, yang ternyata saya akhirnya tau itu adalah rumah Bapak Made Miasa, beliau adalah Dosen Tenik Mesin UGM yang kebetulan satu kampung dengan Cahya. Beliau berbaik hati menawarkan tumpangan rumah, sembari kami masih mencari tempat kos. Pak Miasa memberikan bantuan yang luar biasa, walau ini kali pertama kenal dan bertemu. Beliau sempat memandu kami keliling UGM dan menjelaskan tempat tempat strategis yang perlu diketahui. 

Setelah itu perjalanan menjadi mahasiswa bidikmisi baru di mulai. Saya tinggal di daerah pogung kidul, mlati, Sleman. Hari hari saya lewati dengan kuliah, bekerja sampingan, berorganisasi dan lain lain. Di masa awal kuliah di Teknik Geodesi, saya bertemu dengan seorang dosen yang membuat saya yakin kuliah di Teknik Geodesi. Beliau adalah Bapak Made Andi. Di waktu mengikuti kuliah umum pertamanya, yang membuat saya sangat terinspirasi bukan karena animasi presentasinya yang bagus, bukan juga karena kisahnya keliling dunia. Saya terinspirasi melihat foto beliau di waktu muda, foto bersama Ibunya dirumah yang sangat sederhana, lengkap dengan beberapa kertas koran yang digunakan untuk menutupi dinding rumah. Penampilannya saat presentasi saat itu sungguh berbeda dengan fotonya di masa lalu. Kondisinya di masa lalu, mungkin hampir mirip dengan saya yang saat itu mengikuti kuliahnya. Seorang yang bukan siapa siapa yang "terlantung lantung"  di Jogja karena Bidikmisi. Beliau memberikan saya harapan bahwa dengan kuliah di Teknik Geodesi, setidaknya ia bisa merubah kehidupannya. 
Tak lama setelah mengikuti kuliah umum bersama Pak Made Andi, kurang lebih setahun setelahnya saya menjadi asisten beliau dan mendapat banyak pelajaran hidup selama kuliah. Banyak cerita bersama yang akhirnya saya bukukan, dan lahirlah buku " Catatan Inspirasi Geodet Muda". Buku itu juga sekaligus menjadi bentuk terimakasih atas beasiswa Bidikmisi yang saya terima. Jika membaca buku itu kembali,terasa merasakan setiap "emosi perjuangan" di masa kuliah. Membahas tentang perjuangan, saya sempat disindir teman dibilang lebay mengakatan  kuliah adalah perjuangan. Perjuangan saya tidak hanya harus meraih prestasi untuk mempertahankan beasiswa bidikmisi, perjuangan lainnya seperti merasakan membeli nasi di warung prasmanan seharga 5000 rupiah dengan lauk telur, kemudian nasi itu dibagi dua lagi untuk makan pagi dan siang, atau diakhir tahun harus berangkat subuh dan pulang larut malam untuk menghindari ibu kos, karena belum bayar kos, dan berbagai perjuangan lain agar dapat lulus tepat waktu, berprestasi dan "bertahan hidup".

Kini berkah bidikmisi bisa mulai bisa dipetik. Beberapa waktu lalu saya iseng bertanya pada Ibu saya, kebetulan ada bukaan PNS, iseng saya bertanya, " kira kira Ibu ingin saya mendaftar PNS?" . Dengan santai ia menjawab, " sepertinya kamu lebih cocok bekerja di Kalimantan, lagi pula Kalimantan tidak jauh, dan kamu bisa pulang setiap dua bulan sekali". Saya hanya tersenyum santai mendengar jawabannya. Di tahun 2012,bagi Ibu saya Yogyakarta adalah tempat yang jauh dan tak terjamah. Namun di tahun 2019, jarak tidak menjadi masalah baginya. Pandangannyapun berbeda dengan ibu ibu dikampung mengenai status PNS. Saya sadar apa yang dilakukan dan diraih seorang anak, dapat membuat perubahan besar bagi mindset orangtuanya.  Dan semua hal itu tidak akan terjadi jika saya tidak mendapat program Bidikmisi. Terimakasih Bidikmisi.

Ps: 
Foto saat presentasi di Jakarta. Lanjutan penelitian di waktu kuliah bersama Pak Made Andi yang diterapkan di tempat kerja.