Saturday, July 10, 2021

Genjo Darurat

               

                 


Hari ini Genjo sedikit panik, bosnya yang berada di Jakarta menelponya tiba-tiba. Ia diminta segera datang ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan yang harus Genjo selesaikan. Genjo adalah seorang pegawai bank swasta di Jakarta, namun selama PPKM Darurtat ini ia bekerja dari rumahnya di sebuah Desa kecil di Bali.

            “Genjo tolong pastikan kamu memiliki surat keterangan vaksinasi tahap pertama dan  cari tempat untuk bisa melaksanakan tes PCR sehari jadi, 3 hari lagi kamu harus berangkat ke Jakarta”, begitu instruksi singkat atasan Genjo kepadanya. Genjo terdiam dan berpikir sejenak. Ia belum melaksanakan vaksinasi dan tidak tahu dimana tempat melaksanaakan tes PCR. Segera ia menghubungi beberapa rekannya yang bekerja di rumah sakit dan akhirnya menemukan kedua lokasi yang ia butuhkan. Genjo mendapati tempat mendapatkan vaksin di sebuah rumah sakit dekat rumahnya.  Namun Ia harus datang dini hari sekali, untuk mengambil formulir registrasi. Genjo mendapati dirinya melaksanakan vaksin pukul 10 pagi, dua hari sebelum hari keberangkatannya  ke Jakarta. 30 menit sebelum jadwal tes vaksin, Genjo sudah tiba dilokasi vaksin. Genjo kaget, begitu tiba dilokasi vaksin, lokasi sudah ramai, banyak kerumunan dan tidak menjaga jarak satu sama lain. Genjo merupakaan orang yang disiplin, ia sangat taat pada prokes dan selalu menjaga kebersihan. Kali ini Genjo harus bergabung dikerumunan ini, ia harus menerobos kerumunan untuk menyerahkan formulis registrasi lewat lobang di pintu gerbang yang sudah dijaga seorang petugas. Rupanya kerumunan ini adalah orang-orang yang menyerahkan formulir registrasi, dan menunggu untuk dipanggil untuk divaksin. Karena tidak ada tempat yang memadai untuk menunggu, serta tidak tahu urutan siapa yang akan dipanggil, terpaksa semua orang menunggu di depan gerbang, ditambah lagi suara panggilan yang tidak terlalu terdengar jika menunggu jauh dari gerbang, jadilah kerumunan ini terbentuk dan Genjo tergabung di dalamnya. Dalam hatinya, Genjo sebenarnya kesal, selama ini ia mendukung gerakan pemerintah  agar tidak ada kerumunan di rumah makan, tempat hiburan, tempat wisata dan lain-lain, namun kali ini malah ia ikut membuat kerumunan di tempat vaksin.

            Setelah dua jam dilokasi vaksin, Genjo telah memegang lembar bukti vaksin dosin satu. Langsung ia kemudian bergegas menuju sebuah klinik yang direkomendasikan temannya untuk melaksankan tes PCR sehari jadi. Genjo melakukan registrasi, lalu kaget ketika petugas dengan ramah dan lembut mengatakan “biayanya 1 juta seratus ya Pak”. Genjo tidak mengira biayanya semahal ini. Selama ini Genjo juga orang yang dispilin masalah keuangan, ia selalu merencanakan pengeluarannya setiap bulan, apalagi di masa pandemi ini penghasilannya banyak dukurangi karena lebih banyak bekerja dari rumah, namun biaya PCR ini tidak masuk dalam perhitungannya. Walau begitu ia pada akhirnya ia tetap membayarnya. Genjo akhirnya mengikuti tes PCR dan sangat yakin hasilnya tentu akan negatif, karena sehari sebelumnya ia sudah minum susu beruang pagi, siang dan malam.  Tepat pukul 10 malam, Genjo mendapati hasil PCRnya negative dan segera memberi tahu bossnya sudah melengkapi semua persyartan dan siap berangkat dua hari lagi sesuai instruksi bossnya sebelumnya.

            Hari keberangkatan tiba, pagi sekali Genjo sudah rapi, lengkap dengan masker double dan semprotan pembersih tangan di sakunya. Sebelum ia berangkat ke bandara, ia mendapati pesan singkat di handphonenya. Celaka, hal tak terduga pun datang. Pesawat yang ditumpangi Genjo dibatalkan penerbangannya. Genjo dengan sedikit panik, segera menelepon bossnya dan menjelaskan situasinya kepada bosnya. Akhirnya Genjo tetap diminta menuju bandara, dan bosnya akan mengusahakan membelikan tiket lain untuk menuju Jakarta. Hingga 1,5 jam Genjo menunggu di Bandara, akhirnya bossnya menelepon dan tidak mendapatkan tiket lain dihari itu menuju Jakarta.

Pada akhirnya Genjo diminta untuk berangkat esok hari, dan harus tes PCR ulang skali lagi karena hasil PCR ini hanya berlaku dua hari. Hati Genjo gundah, Ia memikirkan lagi biaya tes PCR, ditambah lagi hari ini hidungnya sedikit mampet dan beberapa kali bersin-bersin, belum minum susu beruang pula. Genjo segera keluar Bandara dan mencari ojek untuk mengantrnya ke klinik untuk tes PCR kembali. Pada saat keluar Bandara, Genjo dihampiri seorang Bapap-Bapak yang sudah agak tua, dengan pakaian lusuh dan sedikit kotor. “Ayo Pak, naik ojek motor saya Pak”, melihat penampilannya, Genjo tidak berminat, apalagi Genjo adalah orang yang suka kebersihan. Namun bapak-bapak berpakaian lusuh itu bersikeras, “ Tolong Pak, naik ojek sama saya Pak, biar bisa beli beras Pak, bayar berapa saja boleh Pak”. Sekejap Genjo terdiam, Ia teringat dirinya sendiri dulu saat pernah tidak bisa membeli beras untuk keluarganya karena tidak punya uang. Genjo paham bagaimana rasanya keadaan itu. Genjo kini menggunakan hati nuraninya, Ia tidak peduli lagi penampilan Bapak ojek yang lusuh dengan beberapa noda kotornya. Ia langsung naik ojek dan memintanya mengatar ke klinik.

Sebelum membayar tes PCR, Genjo terlebih dahulu memberi tahu istrinya akan menggunakan uang SPP anaknya yang tetap harus dibayar, walau anaknya tak pernah ke sekolah untuk digunakan membayar tes PCR. Walau sedang pilek, Ia tetap menjalankan tes PCR, karena bossnya sudah mencarikan tiket untuk keberangkatan esok hari. Malam hari, hasil tes keluar dengan hasil negatif. Genjo senang namun juga ada pertanyaan, sebenarnya seperti apa alat tes PCR itu? Ia hanya memasukan alat seperti pembersihan telinga ke hidungnya, dan keluar hasil negative, walaupun waktu itu Ia pilek. Belum lagi masa berlakunya hanya dua hari. Genjo ingat dulu dia pernah tes antibody, dimana tes itu katanya tidak seakurat PCR tapi bisa berlaku hingga 14 hari, biayanya lebih murah pula. Ia juga ingat ada alat tes lain buatan kampus UGM, dengan harga tes murah namun katanya tidak bisa digunakan lagi dimasa darurat ini.  Genjo benar-benar bingung, Ia ingin kesal kepada yang membuat aturan, tapi sadar diri dia bukanlah siapa-siapa dan tidak ada tempat mengadu. Ia hanya bisa pasrah dan mengikuti aturan, walaupun itu memberatkannya. Sudahlah pikir Genjo.

 Genjo kembali memberi tahu bossnya bahwa besok siap berangkat ke Jakarta, pesan bossnya malam itu, “Genjo, besok jaga diri selama di perjalanan ya, kemungkinan kamu akan tes PCR lagi di Jakarta, karena kamu akan saya tugaskan ke beberapa kota untuk bertemu Debitur, dan ada banyak pemeriksaan berkas kesehatan di jalan”. Mendengar pesan itu, Genjo terdiam sesaat, lalu berbicara kepada istrinya “Ma, bagaimana kalau aku berhenti menjadi pegawai Bank, dan membuka klinik tes PCR? Ini bisnis menjanjikan!” Malam itu Genjo tidak bisa tidur dan mulai menghitung berapa kira-kira biaya yang diperlukan untuk membuka sebuah klinik untuk tes PCR.


note: kisah fiksi. (?)

Tuesday, August 25, 2020

Selain Jadi Surveyor, Lulusan Geodesi Bisa Kerja Apa di Tambang Batubara?






Bekerja di pertambangan batubara adalah salah satu peluang kerja bagi lulusan Teknik Geodesi. Umumnya jika ditanya posisi yang pas untuk lulusan teknik geodesi, sebagian besar orang akan menjawab surveyor.    Tidak lepas dari total station, gps, drone, pemetaan situasi, perhitungan volume, dan kegiatan survey lainnya. Namun apakah lulusan geodesi hanya bisa menjadi surveyor? Tentunya tidak, ada beberapa posisi lain yang bisa diisi oleh lulusan geodesi karena keterkaitan keilmuan walau perlu tambahan ilmu lain yang harus dipelajari. Lalu apa saja posisi yang bisa diisi oleh lulusan geodesi selain surveyor, berikut ulasannya.

1. Mineplan

Mineplan atau perencana tambang, umumnya tugasnya membuat perencanaa tambang yang dituangkan dalam bentuk design serta perhitungan produksi berdasarkan kapasitas unit serta memperharikan faktor safety serta enviro. Dalam membuat design tambang salah satu data yang diperlukan adalah data topografi, data ini tentunya bersumber dari pengukuran survey. Lulusan geodesi tentunya sangat umum dalam membaca data topografi,  yang perlu dilatih yakni kemampuan merencakan/mendesign serta memahami kapasitas  unit produksi agar dapat membuat plan.

2. Pit control

 Plan / perencanaan yang sudah dibuat oleh mineplan, tentunya perlu dikontrol setiap hari agar kegiatan penambangan dapat  terwujud persis sesuai rencana. Nah disinilah peran pit control yang melakukan kontrol terhadap proses penambangan agar sesuai dengan plan harian, mingguan atau bulanan. Kemampuan membaca peta dan pergerakan tambang tentunya diperlukan, dan bagi lulusan geodesi tentunya mempunyai kemampuan membaca peta yang baik.

3. Pengawas produksi

Hampir mirip dengan pit control, pengawas produksi ini juga berperan mengontrol jalannya penambangan agar sesuai plan, namun pengawas produksi juga lebih berfokus pada ketercapaian produksi setiap unit yang diawasi, serta menyelesaikan kendala saat itu juga apabila ada faktor yang menghambat produksi. Misalnya 1 kali unit excavator kelas 400, loading batubara dengan target 220 ton per jam, maka tugas pengawas produksi adalah memastikan produksi tersebit tercapai dan tentunya dengan aman (safety). Bagi lulusan geodesi tentunya perlu belajar mengenai berbagai alat produksi serta kapasitasnya, serta mampu menangani kendala-kendala dilapangan jika ingin menjadi pengawas produksi.

4. Project Engineer

Di dalan tambang batubata, selain berfokus mencari batubara, ada juga pekerjaan pekerkaan yang bersifat general, yang fungsinya juga sangat penting. Seperti pembuatan parit, pembuatan settling pond, pembuatan jalan, dan lain-lain. Di beberapa peruahaan ada yang menyamakan pit control dengan project engineer, namun ada juga perusahaan yang khusus merekrut project engineer.

Selain empat point diatas, masih ada posisi lain yang bisa diisi lulusan geodesi, antara lain project manager, mining manager, superintendent engineering, direktur, dan lain lain yang tentunya bisa diraih setelah melewati beberapa tingkatan jenjang karir. Atau yang agak "melenceng" juga bisa seperti menjadi HRD, Bussines Excellent dll, semua tergantung kemauan dan usaha diri sendiri, serta tentunya ijin Sang Pemberi Rejeki.

Note:
Ada banyak lulusan geodesi yang lebih berpengalaman dari saya mengenai dunia pertambangan, silahkan jika ada kritik dan saran untuk tulisan ini, bisa email ke saptahadi9@gmail.com

Salam 
Made Sapta
Pekerja Tambang

Sunday, November 17, 2019

Mengenang Bidikmisi




Suatu malam di tahun 2012, saya melaju ke sebuah warnet di pusat kota Tabanan. Hati berdebar debar, kala itu saya hendak melihat pengumuman SNMPTN , yakni Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Pikiran makin buyar ketika beberapa teman saya sudah memberi tahu bahwa ia diterima di Universitas pilihannya masing masing. Kala itu setiap siswa dapat memilih 2 Universitas, dan 2 prodi di masing masing universitas. Saya menjatuhkan pilihan pada Teknik Geodesi, Universitas Gadjah Mada, dan prodi Teknik Geologi di pilihan ke 2. Dengan hati yang gelisah, karena jika tidak lulus SNMPTN ini saya tidak punya rencana lain kuliah dimana, atau akan hendak kuliah atau tidak. Billing warnet depan SMK 1 Tabanan menjadi saksi, perasahaan bahagia mengharu biru ketika saya melihat nama saya dinyatakan lolos di Prodi Teknik Geodesi UGM. Tanpa berpikir panjang, saya langsung men screen shoot pengumuman tersebut, browsing pengertian tentang Teknik Geodesi di wikipedia dan mencetak hasilnya, untuk saya bawa pulang dan tunjukkan ke orang tua saya.  Kebut laju motor mio yang saya bawa malam itu tanpa menghiraukan apapun, saya hanya ingin segera sampai rumah dan memberi tahu kabar gembira ini, bahwa saya akan kuliah di Yogyakarta. Sepanjang sejarah keluarga saya, saya adalah orang pertama yang kenempuh pendidikan hingga S1 dan kuliah di luar Bali pula. Sampai dirumah, dengan sigap saya menjelaskan tentang apa itu Teknik Geodesi, bagaimana bagusnya UGM, walaupun saat itu saya hanya tau dari internet. Dengan bahagia, orang tua serta kakak saya yang kala itu masih ada di dunia, turut senang dan sangat mendukung saya untuk bisa kuliah di Yogyakarta. Namun satu pertanyaan dari Ibu saya membuat kesenangan itu seketika menjadi hening, " Bagaimana dengan beasiswanya?"
Saya mendaftar lewat jalur Bidikmisi namun pada lembar pengumaman SNMPTN tidak tertera jalur bidikmisi. Pikiran saya mulai beralih kembali mengenai biaya kuliah, apalagi ini bukan di Bali. Singkat cerita, setelah mencari ke berbagai sumber akhirnya saya mendapati informasi bahwa akan ada interview biasiswa bidikmisi kembali di Yogyakarta.

Hari keberangkatan menjadi hari yang genting. Bagi keluarga saya dulu, berangkat ke Jogja adalah perkara yang rumit. Mau naik apa, akan tinggal dimana, bagaimana transportasi slama disana dan segala macam hal lain yang ditakutkan karena dalam keluarga saya belum ada yang merantau hingga ke Jawa. Singkat cerita saya bisa berangkat ke Jogja dengan menumpang di keluarga teman saya, sebut saja Cahya. Ia juga diterima di UGM, Cahya berangkat ke Jogja bersama keluarganya dengan menggunakan mobil, kebetulan masih tersisa 1 slot penumpang di kursi belakang. Keluarganya berbaik hati menawarkan ke saya untuk berangkat bersama ke jogja dengan mengisi 1 slot yang tersisa. Saya terselamatkan,  akhirnya saya bisa berangkat ke Jogja dengan lebih tenang karena ada teman yang diajak berangkat. 

Sampai di Jogja saya di bawa ke sebuah rumah megah, yang ternyata saya akhirnya tau itu adalah rumah Bapak Made Miasa, beliau adalah Dosen Tenik Mesin UGM yang kebetulan satu kampung dengan Cahya. Beliau berbaik hati menawarkan tumpangan rumah, sembari kami masih mencari tempat kos. Pak Miasa memberikan bantuan yang luar biasa, walau ini kali pertama kenal dan bertemu. Beliau sempat memandu kami keliling UGM dan menjelaskan tempat tempat strategis yang perlu diketahui. 

Setelah itu perjalanan menjadi mahasiswa bidikmisi baru di mulai. Saya tinggal di daerah pogung kidul, mlati, Sleman. Hari hari saya lewati dengan kuliah, bekerja sampingan, berorganisasi dan lain lain. Di masa awal kuliah di Teknik Geodesi, saya bertemu dengan seorang dosen yang membuat saya yakin kuliah di Teknik Geodesi. Beliau adalah Bapak Made Andi. Di waktu mengikuti kuliah umum pertamanya, yang membuat saya sangat terinspirasi bukan karena animasi presentasinya yang bagus, bukan juga karena kisahnya keliling dunia. Saya terinspirasi melihat foto beliau di waktu muda, foto bersama Ibunya dirumah yang sangat sederhana, lengkap dengan beberapa kertas koran yang digunakan untuk menutupi dinding rumah. Penampilannya saat presentasi saat itu sungguh berbeda dengan fotonya di masa lalu. Kondisinya di masa lalu, mungkin hampir mirip dengan saya yang saat itu mengikuti kuliahnya. Seorang yang bukan siapa siapa yang "terlantung lantung"  di Jogja karena Bidikmisi. Beliau memberikan saya harapan bahwa dengan kuliah di Teknik Geodesi, setidaknya ia bisa merubah kehidupannya. 
Tak lama setelah mengikuti kuliah umum bersama Pak Made Andi, kurang lebih setahun setelahnya saya menjadi asisten beliau dan mendapat banyak pelajaran hidup selama kuliah. Banyak cerita bersama yang akhirnya saya bukukan, dan lahirlah buku " Catatan Inspirasi Geodet Muda". Buku itu juga sekaligus menjadi bentuk terimakasih atas beasiswa Bidikmisi yang saya terima. Jika membaca buku itu kembali,terasa merasakan setiap "emosi perjuangan" di masa kuliah. Membahas tentang perjuangan, saya sempat disindir teman dibilang lebay mengakatan  kuliah adalah perjuangan. Perjuangan saya tidak hanya harus meraih prestasi untuk mempertahankan beasiswa bidikmisi, perjuangan lainnya seperti merasakan membeli nasi di warung prasmanan seharga 5000 rupiah dengan lauk telur, kemudian nasi itu dibagi dua lagi untuk makan pagi dan siang, atau diakhir tahun harus berangkat subuh dan pulang larut malam untuk menghindari ibu kos, karena belum bayar kos, dan berbagai perjuangan lain agar dapat lulus tepat waktu, berprestasi dan "bertahan hidup".

Kini berkah bidikmisi bisa mulai bisa dipetik. Beberapa waktu lalu saya iseng bertanya pada Ibu saya, kebetulan ada bukaan PNS, iseng saya bertanya, " kira kira Ibu ingin saya mendaftar PNS?" . Dengan santai ia menjawab, " sepertinya kamu lebih cocok bekerja di Kalimantan, lagi pula Kalimantan tidak jauh, dan kamu bisa pulang setiap dua bulan sekali". Saya hanya tersenyum santai mendengar jawabannya. Di tahun 2012,bagi Ibu saya Yogyakarta adalah tempat yang jauh dan tak terjamah. Namun di tahun 2019, jarak tidak menjadi masalah baginya. Pandangannyapun berbeda dengan ibu ibu dikampung mengenai status PNS. Saya sadar apa yang dilakukan dan diraih seorang anak, dapat membuat perubahan besar bagi mindset orangtuanya.  Dan semua hal itu tidak akan terjadi jika saya tidak mendapat program Bidikmisi. Terimakasih Bidikmisi.

Ps: 
Foto saat presentasi di Jakarta. Lanjutan penelitian di waktu kuliah bersama Pak Made Andi yang diterapkan di tempat kerja.

Wednesday, October 16, 2019

Harvest Moon Back to Nature in Real Life




Dalam buku Cash Flow Quadrant, Robert Kyosaki menjelaskan bagaimana ia belajar berbisnis dan berinvestasi, salah satunya dibidang property. Ia menjawab, ia belajar dari permainan monopoli yang ia mainkan saat ia kecil dengan ayahnya. Awalnya terkesan hanya gurauan, tapi ia serius menjelaskan bahwa ia belajar dari permainan monopoli. Bahkan kini ia membuat sebuah permainan baru yang menyerupai monopoli untuk mengajari orang berbisnis. Sebuah permainan di masa kecil ternyata berdampak cukup besar bagi sebagian orang. Hari ini pun saya sedikit merasakan pengaruh sebuah video game yang hampir setiap hari saya mainkan di masa kecil. Harvest Moon Back To Nature, jika kamu mengetahui game ini kemungkinan kita satu generasi, dan kamu anak kelahiran 90an. Rutinitas saya setiap hari ketika cuti yakni, pagi sekali memberi makan ayam, setelah itu memberi makan babi dan membersihkan kandangnya, lalu memberi makan lele, terakhir melihat sapi. Untuk sapi sudah ada yang mencarika makan sendiri. Dalam game harvest moon back to nature, diceritakan seorang anak muda yang mendapat warisan peternakan dan perkebunan milik kakeknya lalu kita memainkan peran untuk mengurus perkebunan dan peternakannya dan hidup seperti orang normal, bisa menikah, upgrade rumah dll. Uniknya dalam game itu juga ada kegiatan penambangan, walau hanya menggunakan cangkul, serta kita dituntun untuk melakukan upgrade rumah untuk dapat menikah. Hari ini saya menjalani semua yang ada di game tersebut. Saya bekerja di pertambangan, saya pun sedang dalam proses upgrade rumah untuk persiapan pernikahan, dan entah kenapa beternak dan berkebun bagi saya menjadi sesuatu hal yang menyenangkan, dari lele, ayam, sapi, babi semua saya pelihara dan terasa sangat menyenangkan melihat pertumbuhan hewan ternak setelah pergi merantau di kalimantan. Mungkin memang benar, apa yang dimaikan di masa kecil akan sedikit berdampak pada hobi atau ketertarikan dimasa dewasa. Seperti halnya robert kyosaki yang suka bermain monopoli di masa kecilnya. Jika suatu hari nanti saya sudah punya anak, mungkin tidak ada salahnya mengajaknya main monopoli dan sekaligus harvest moon. Saya bersyukur saya tidak banyak terpengaruh game GTA San Andreas, tentunya hanya angkatan 90an yang mengetahui game ini. Namun saat ini game yang terkenal adalah mobile legend dan juga ada PUBG, seperti apakah game ini nanti nya akan berpengaruh ke hobi dan minat anak anak yang memaninkan ini dimasa dewasanya? 

Ps: jika anda bingung dengan tulisan ini, masa kecil anda bukan gamer.

Monday, September 23, 2019

Karyawan, Wirausaha, dan Pengelolaan Keuangan




Suatu pagi di Kalimantan Utara tahun 2017, saat mengawasi beberapa unit Excavator yang sedang mencari batubara, muncul obrolan yang cukup menarik dengan salah seorang pengawas. Sebenarnya lebih tepatnya beliau bisa dikatakan mentor saya sekaligus “orang tua” saya selama di Kaltara karena usianya hanya selisih beberapa tahun dengan orang tua saya di Bali. Beliau mengatakan, ia sudah bekerja merantau di dunia pertambangan bahkan saat usianya jauh lebih muda dari saya saat itu. Satu pesan beliau yang membuat saya berpikir sejenak, di usianya yang tidak muda lagi dia masih harus merantau dan jauh dari keluarga. Ia belum bisa berhenti bekerja, karena memang penghasilan utama masih bertumpu pada slip gaji dari bekerja di tambang. Beliau membandingkan dirinya dengan tetangganya yang ada di Jakarta, selama ia bertahun-tahun pulang pergi Jakata-Kalimantan,ada tetangganya yang dari dulu beternak lele, namun bisa hidup normal dan menyekolahkan anaknya hingga kuliah, namun ia tidak harus kehilangan waktu bersama keluarga. Pesan beliau pada saya, “selagi kamu masih muda, kelola lah keuanganmu dengan benar, sehingga di ketika kamu seusia dengan saya, kamu memiliki banyak waktu luang dan tidak kekurangan uang”.
Obrolan di pagi itulah awal mula saya mulai fokus untuk lebih mendalami management keuangan serta menentukan saya mau “kedidupan” seperti apa di usia yang tidak muda lagi kedepannya. Saya mulai berpikir untuk memiliki penghasilan tambahan selain mengandalkan slip gaji. Sebenarnya dari saya kuliah, saya memiliki sedikit penghasilan dari jualan buku karya saya sendiri, namun ketika sudah bekerja, buku ini tidak terkelola dengan baik. Saya mulai berpikir bagaimana caranya memiliki penghasilan tambahan yang terjadwal seperti ibarat gaji tambahan namun tidak mengganggu pekerjaan saya di tambang. Beberapa kisah orang suskes yang saya baca, orang yang baru memuali suatu usaha di mulai dari apa yang ia punya saat memulai, dan memaksimalkan penggunaannya. Seperti halnya Microsoft yang dimulai dari garasi mobil. Saya mulai melihat ke diri saya saat itu, yang saya tidak punya yaitu waktu luang, karena masih bekerja di tambang, dan yang saya punya adalah sedikit lahan yang terbengkalai di kampung yang tidak menghasilkan apapun. Bersyukurnya saya masih memiliki orang tua yang masih sehat dan memiliki banyak waktu luang di masa tuanya.
Dari sinilah saya mulai mengubah lahan yang terbengkalai menjadi beberapa kolam lele, kandang babi dan ayam. Di tulisan berikutnya saya akan menceritakan secara detil mengenai ternak lele. Yang saya lakukan adalah menyisihkan sebagian gaji saya untuk modal beternak, mengatur cashflownya, membantu pemasaran dan mencari rekanan komunitaas ternak, serta mengecek kondisi ternak pada saat cuti, Selebihnya dikelola oleh orang tua saya yang tentunya sangat bisa di percaya. Hampir setahun berjalan di dunia ternak, saya mulai memikirkan berbagi ide ide baru untuk dikerjakan kembali, tapi tentunya tidak semuanya dengan mudah begitu saja diwujudkan karena ada hal lain yang harus diperhitungkan dalam pengelolaan keuangan,
Saya banyak terpengaruh oleh buku Cashflow Quadrant karya Robert T. Kyosaki dan Channnel youtube “Succes Before 30” milik bapak Chandra dalam hal pengelolaan keuangan.  Menurut Kyosaki, ia membagi orang ke dalam empat kuadran berdasarkan cara orang menghasilkan uang, empat kuadrant tersebut yakni E, S, B dan I. Singkatnya E adalah employee atau karyawan, S = Self Employee, B = Big Business, dan I untuk Investor. Buku ini menyadarkan  dikuadrant mana saya berada, dan kenapa mentor saya dulu di Kaltara harus tetap bekerja di usianya yang sudah tidak muda lagi.  Perlahan saya sepertinya mulai menyadari kehidupan seperti apa yang harus saya perjuangkan dimasa tidak muda lagi, tapi tentunya perjalan untuk mewujudkannya masih panjang.
Di masa kuliah, saya tidak terlalu memperhatikan pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan, karena memang saat itu belum banyak atau bahkan tidak ada yang dikelola. Namun saat ini ketika sudah memiliki slip gaji sendiri dan berbagai keinginan untuk diwujudkan, kesadaran untuk sangat jitu dalam pengelolaan keuangan menjadi hal yang wajib. Saya menyadari, semakin dini/ semakin muda saya melakukan trobosan untuk mengelola keuangan dan mebuat suatu usaha baru, semakin banyak ilmu yang akan saya pelajari dari setiap kesalahan yang nantinya mungkin akan saya lakukan.  Banyak rekan pekerja di tambang yang saya jumpai, baru memulai mimikirkan apa yang akan dilakukan setelah tidak bisa bekerja lagi ketika akan mendekati masa pensiun, dimana sebelumnya ia hanya mengandalkan slip gaji. Namun akan menjadi beresiko ketika memulai suatu usaha di usia yang tidak produktif lagi dan mengalami kegagalan. Bagi saya akan lebih bagus kegagalan itu saya sudah rasakan di saat masa produktif, sehingga kegagalan itu tidak akan benar-benar menajdi kegagalan namun lebih terasa seperti pembelajaran untuk kemudian menang.
Namun semuanya hal yang sudah direncanakan mungkin bisa saja tidak berjalan sesuai keinginan, hal yang terencana saja bisa tidak tercapai sesuai keinginan, apalagi tidak direncanakan dan dikelola dengan benar. Selamat merencanakan keuangan anda sendiri!

www.madesapta.com




Wednesday, May 1, 2019

Vietnam, Swates, dan Hari Presentasi





Selasa, 30 April 2019
            Hari ini ada hal yang sedikit berbeda dari rutinitas pekerjaan saya, Hari ini saya akan mempresentasikan sebuah alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya over cut dalam kegitan penambangan, dalam acara perlombaan terkait inovasi karyawan yang di selenggarakan oleh perusahaan tempat saya bekerja. Idenya sederhana,yakni menggabungkan GPS murah, perangkat Arduino dan lampu LED untuk menunjukkan dimana letak batas design penambangan. Apabila alat berat melewati batas yang ditunjukkan maka lampu pada alat akan menyala, sehingga kegiatan penambangan tidak melewati batas yang ditentukan. Kalau rekan saya yang sudah mengikuti blog saya ( www.madesapta.com) dari tahun 2015, tentunya tidak akan asing lagi dengan alat ini.
            Alat ini sebenarnya merupakan modifikasi dari alat yang saya buat sewaktu kuliah di Teknik Geodesi UGM bersama saudara Imad dan Bagas Lail, teman kuliah di UGM yang kini sudah menempuh jalannya masing-masing. Dulu kami beri nama alat ini Swates yang berarti Suwanten Wates (Suara Perbatasan). Alat ini ditujukan bagi nelayan Indonesia yang mencari ikan di wilayah perbatasan. Maraknya kasus penangkapan nelayan di wilayah perbatasan mendorong kami para mahasiswa pada saat itu untuk membuat alat untuk membantu nelayan menunjukkan dimana letak batas maritime yang ada.
            Sudah empat tahun setelah alat ini dibuat, kini saya modifikasi kembali alat ini untuk digunakan di pertambangan. Namun sehari setelah saya presentasi alat ini untuk digunakan di dunia tambang, banyak media di Indonesia memberitakan mengenai kapal TNI ditabarak kapal Vietnam. Tentunya kasus ini juga erat kaitannya dengan batas maritime. Melihat bertita ini, teringat seorang sosok guru yang mengajarkan saya banyak hal dan sekaligus membimbing saya membuat alat swates di UGM pada waktu kuliah, beliau bapak Andi Arsana yang juga seorang pakar dalam batas maritime . Saya penasaran dengan kasus Vietnam, waktunya meminta kuliah singkat via telepon dengan sang pakar.
            “Apa kabar tentang Vietnam?” langsung saya tanyakan malam tadi ketika menelepon dengan ahlinya. Langsung beliau menjelaskan kembali seperti kisah klasik masa kuliah yang kadang dirindukan. Intinya belum ada kesepakatan batas laut antara Indonesia dengan Vietnam. Lalu apa yang terjadi ketika nelayan Vietnam menangkap ikan di laut yang belum disepakati batasnya? Tentu saja salah, karena belum jelas siapa pemilik ikannya. Lalu bagaimana kalau peerintah Indonesia menangkap nelayan tersebut? Bisa juga dibilang salah, karena belum tentu juga ikannya milik Indonesia. Selama belum ada kesepkatan batas laut, Indonesia dan Vietnam sama-sama menentukan klaim batas sepihak,  apa akibatnya? Mungkin di mata Vietnam, Indonesialah yang salah, dan di mata Indonesia, Vietnam lah yang salah. Mungkin seperti itu. Apa yang harus dilakukan? Menurut saya pribadi, merpercepat penetapan batas laut Indonesia dengan Vietnam dapat mengurangi konflik.
            Namun terkadang berita di media yang kita dengar terlalu heboh dengan kenyataan sebenarnya, dilaut bisa saja nelayan di tangkap, di darat mungkin diplomat Indonesia dengan Vietnam sedang ngopi bareng sambil mendiskusikan batas maritime ke dua Negara. Entahlah. Tulisan ini harus saya sudahi, karena harus mengirimkan script Matlab mengenai prediksi pasang surut laut ke Thirh Tam, teman saya asal Vietnam yang sedang menempuh study Oceanografi di Vietnam.

PS:
Foto tahun 2015 di sebuah hotel di Bali, ketika menemani pakar batas maritime presentasi mengenai perbatasan.