Tadi pagi baru
saja saya mengikuti kerja bakti di UGM. Kerja bakti ini dilakukan bersama
peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai acara tahunan yang dilakukan UGM
setiap kali akan melaksanakan KKN. Mungkin terakhir kali saya ikut kerja bakti
pada saat SMA. Sejak SD, SMP dan SMA saya pernah mengalami berangkat ke sekolah
untuk kerja bakti. Tujuannya masih sama yakni untuk membersihkan tempat belajar
sendiri, yang kali ini tentu saja kampus UGM. Kerja bakti dimasa kuliah tentu
saja berbeda, pesertanya adalah mahasiswa yang tidak bisa lagi disuruh membawa
sapu dan ember begitu saja, dan akan dihukum jika tidak membawa alat kebersihan
seperti ketika SD atau SMP dulu. Benar saja, tadi pagi saya sampai di lokasi
kerja bakti, mungkin dari ratusan orang yang hadir, hanya sedikit yang membawa
alat kebersihan. Dan saya sendiri juga tidak membawa. Kerja bakti ini lebih
mirip ajang kumpul bersama dan sekedar ingin melihat siapa saja teman-teman
seperjuangan yang akan “mengukir sejarah” KKN bersama di tahun 2015. Bagi saya
sendiri KKN ini adalah proses belajar yang sangat baik, dan tentunya akan
menjadi cerita abadi nantinya untuk diceritakan kembali, karena mungkin hanya
dilakukan sekali seumur hidup selama kuliah di UGM.
Sebagai
mahasiswa UGM, saya berusaha untuk tetap berkontribusi untuk kegitan kerja
bakti ini, walau tidak membawa alat apapun, masih ada tangan yang bisa
digunakan untuk memungut sampah. Di kelompok KKN saya, yang hadir ada 16 orang, dari 16 orang hanya 1
orang yang membawa sapu, ya lumayanlah. Akhirnya 1 sapu dibuka ikatannya dan
dijadikan lebih dari sapu. Kegiatan bersih-bersih pun bisa dilakukan. Saat
bersih-bersih ingatan saya melayang kembali ke masa dimana kegiatan kerja bakti
itu sangat menyenangkan, yakni saat sekolah dasar. Saya SD disebuah desa yang
tidak cukup dekat dengan kota. SD yang benar-benar saya syukuri bisa bersekolah
disana, bukan karena SDnya yang terbaik di Tabanan kota saya, tapi karena SDnya
sangat menyatu dengan alam. Rute yang saya lewati ke sekolah dasar cukup dengan
berjalan kaki, melewati tegalan, tak jarang saya berangkat ke SD bertemu dengan
kakek-kakek yang akan ke sawah atau menengok sapi peliharannya di muntig . Kalau di Desa saya muntig adalah bahasa Bali dari tegalan,
yang rata-rata jaraknya lumayan jauh dari rumah warga. Yang membuat SD saya
lebih menyatu dengan alam, yakni lokasinya yang tepat di depan sekolah ada
lapangan bola segi enam yang begitu luas dengan rumput liarnya yang langsung
menyatu dengan tegalan di sekitarnya. Di bagian belakang terdapat sungai yang
merupakan wahana bermain terbaik saat itu dan di seberang sungai terdapat
hamparan sawah yang membentang tanpa ada ruko atau perumahan mewah di sekitarnya,
ditambah lagi di sebelah barat terdapat pura dan kuburan dengan aura spiritual
dan mistis yang tinggi. Satu lagi, terdapat 1 pohon yang sangat besar yang
dianggap keramat, pada waktu kecil sering ada legenda yang mengatakan dilarang
menunjukkan jari tepat kearah pohon tersebut, entahlah apa maksudnya, kalau
anak SD asal percaya saja saat itu.
Pada saat SD kerja bakti sangat sering sekali
dilakukan, saya agak lupa sepertinya seminggu sekali atau sebulan sekali ada
kegiatan kerja bakti. Kenapa kerja bakti menjadi menyenangkan?? Tentu saja
karena tidak ada proses belajar mengajar selama kerja bakti. Mengelap jendela
adalah salah satu kerja bakti yang paling menyenangkan, karena sekalian bermain
air. Tak jarang menyabit rumput pun biasa dulu dilakuakan ketika SD. Bahkan
pernah sekali saya bersama beberapa anak SD lainnya diminta mencari bambu ketengah
tegalan untuk keperluan upacara adat di sekolah, tak tanggung-tanggung waktu
itu bisa mencari bambu sangat jauh sampai masuk ke tegalan mebawa perupak dan gerjaji. Mungkin ini hal
yang biasa dilakukan, ya tentu saja biasa bagi anak SD di Desa yang memang jauh
dari Kota. Selepas kerja bakti adalah kegiatan yang juga sangat menyenangkan,
yakni waktu bebas bermain, biasanya akan dihabiskan untuk bermain bola sampai
benar-benar lelah, atau bermain di sungai dengan membawa perahu dari kertas dan
diadu balap dengan yang lainnya.
Saya yakin jika
SD di Kota saat ini tidak akan mengalami hal yang seseru ini. Jika anak SD
sekarang lebih suka main COC atau Angry Bird di HPnya, saya bahkan tidak kenal
HP saat SD dulu, tapi sangat dekat dengan burung-burung yang ada disawah atau
di tegalan. Saya beruntung, ketika SMA
saya sekolah di Kota. Saya mengalami masa dimana menjadi siswa di Desa penuh
dengan hal-hal yang menarik dan menantang, dan di kota yang terkadang semuanya
lebih praktis. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan kerja baktinya. Bagaimana
dengan kerja bakti sewaktu kuliah? Kerja bakti kali diwarnai dengan beberapa
kali selfie, foto-foto dan syukurnya masih ada kegiatan bersih-bersihnya. Hal
yang bisa dibilang wajar sebanarnya, ada tanggung jawab besar yang banyak
dipikirkan ketika kuliah, tidak seperti SD saat mengelap jendela dengan
cepat-cepat agar bisa segera bermain.
Kerja bakti ini
tidak saja untuk membersihkan lingkungan UGM dan mengingatkan kejadian dimasa
lalu. Kerja bakti ini mengingatkan seberapa dewasa saya saat ini dapat tanggung
jawab yang dipikul. Mungkin sampai suatu hari nanti ketika saya harus mengajarkan
seorang anak kecil untuk kerja bakti dirumah saya yang juga rumah anak kecil
itu nanti.
good bro!
ReplyDeletegood bro!
ReplyDeleteThanks bro vempi :)
Deletekak nanya nih, ilmu yang harus diperkuat saat di SMA buat masuk teknik geodesi ini apa ? terus pas dulu kakak masuk teknik geodesi ini udah punya bekal buat masuk teknik geodesi atau hanya coba-coba ataujuga memulai semuanya dari nol ? mohon jawabnnya ya kak hehe :D
DeleteIlmu yang diperkuat itu matematikanya, karena nanti banyak pelajaran hitung2an, kakak dlu tidak coba2, dlu kakak nyari info geodesi dri berbagai website seperti yg kamu lakuin sekarang.
DeleteIlmu yang diperkuat itu matematikanya, karena nanti banyak pelajaran hitung2an, kakak dlu tidak coba2, dlu kakak nyari info geodesi dri berbagai website seperti yg kamu lakuin sekarang.
DeleteGreaat blog you have
ReplyDelete