Jumat, 15
Januari 2016
Malam ini tidak
seperti biasanya saya berkeliling di seputaran Kota Tabanan. Sekian lama kuliah
di Jogja membuat saya sangat jarang berkeliling di Tabanan. Tak banyak
perubahan yang terjadi di Tabanan, semuanya masih sama seperti saat saya SMA dan
sampai saat ini sudah kuliah di semester akhir.
Pemberhentian
saya yang pertama kali ini yakni di sebuah penjual tahu tipat atau jika di Jawa
biasanya lebih dikenal kupat tahu. Lokasinya tidak jauh dari rumah saya di
Sangulan, tepat di pinggir jalan di depan SMP N 1 Tabanan. Sudah hampir 3 tahun
saya tidak berbelanja di sana. Tiga tahun lalu sebelum saya pindah rumah di
Desa Sangulan, yang merupakan rumah saya saat ini, saya sempat menumpang di
rumah saudara yang letaknya tepat di depan penjual tahu tipat ini. Kala itu
adalah masa-masa sulit bagi saya karena beberapa kali sempat pindah rumah dan
sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional serta mencari
universitas. Tempat penjual tahu tipat di depan rumah adalah tempat terbaik
untuk nongkrong dan memikirkan
tentang masa depan.
Adalah Pak Mus,
bapak-bapak penjual tahu yang mempunyai gaya yang khas. Setiap berjualan ia
akan menggunakan sepatu olahraga lengkap dengan kaos kaki putih yang agak
tinggi, dari tahun 2012 sampai sekarang stylenya
masih seperti itu. Yang membuat saya heran yakni Pak Mus terkenal cukup
lama menyajikan tahu tipatnya, dia hanya bekerja sendiri tidak didampingi
asisten, tetapi pelanggannya akan selalu setia menuggu hingga tahu demi tahu
selesai ia potong dan sajikan ke pelanggan. Ada banyak pemesan malam ini ketika
saya datang, menariknya Pak Mus selalu ingat mana urutan pemesan yang datang
lebih awal dan belakangan, walaupun pelanggan yang baru memesan akan memilih
tempat duduk yang cukup jauh dari gerobak tempat Pak Mus menggoreng tahu.
Malam ini saya
hanya sendiri datang ke tempat Pak Mus, menunggu sekitar 15 menit untuk 2
bungkus tahu tipat. 15 menit yang penuh akan nostalgia masa lalu. Terlihat gang
rumah tempat saya menumpang dulu ketika masih SMA, masih sama seperti dulu,
tidak banyak yang berubah. Kenagan ketika dulu mondar mandir di gang tersebut
untuk menyiapkan dokumen beasiswa, menyiapkan diri untuk ujian nasional, sampai
akhirnya diterima di UGM. Sesuatu hal yang dicari dengan sudah payah kemudian
berhasil didapatkan selalu menjadi hal yang menarik untuk dikenang. Kenangan
tersebut membangkitkan kembali semangat perjuangan yang dulu pernah ada. Bukan
untuk kembali terjebak ke kenangan masa lalu, tapi untuk menggapai mimpi yang
lain di masa yang akan datang, agar
suatu hari nanti akan dapat diceritakan kembali dengan penuh nilai positif
kepada anak dan cucu nantinya.
No comments:
Post a Comment