Saya pertama
kali datang ke Jogja pada tahun 2012. Kala itu akan melaksanakan registrasi
ulang di UGM. Pertama ke UGM, saya menumpang dengan keluarga teman saya yang
saat itu juga melaksanakan registrasi ulang. Kebetulan sekali masih ada sisa
satu kursi di tempat duduk belakang, berbeda dengan teman saya yang diantar
sekeluarga, kali ini saya menumpang diantara keluaga teman tanpa ada keluarga
saya yang ikut. Sebenarnya agak was-was ketika pertama kali ke Jogja dan akan
tinggal di Jogja, saya tidak ada saudara atau sepupu di Jogja. Orang tua juga
jarang ke luar Bali, Ibu saya hanya ke Jawa sekali ketika ia study tour saat
SMA, sedangkan Bapak saya malah belum pernah ke Jawa sampai sekarang. Perlu
penjelasan yang cukup matang dan meyakinkan saat itu untuk dapat meyakinkan
orangtua saya bahwa saya akan baik-baik saja selama kuliah di Jawa.
Kekhawatiran tentunya akan berbeda ketika orang tua menyekolahkan anaknya di
tempat yang jauh dari rumah, yang dimana orangtuanya juga tidak paham dengan
benar bagaimana kondisi lokasi tempat sekolah.
Kini sudah
hampir tiga tahun berlalu, kini definisi pulang tidak hanya berlaku ke Bali
tapi juga bisa ke Jogja. Tiga tahun sudah cukup membuat Jogja menjadi seperti
rumah. Syukurlah, tiga tahun sudah berlalu sepertinya saya sudah mulai berhasil
membentuk beberapa “keluarga” di Jogja. Persahabatan dengan beberapa orang yang
baik, yang entah kenapa sepertinya ada tangan Tuhan yang membantu mempertemukan
dengan orang-orang yang baik yang dengan mudah saya anggap seperti keluarga
sendiri.
sendiri.
Kini sudah satu
tahun lebih satu bulan saya tidak pulang ke Bali, ada beberapa faktor yang
membuat saya tidak bisa pulang ke Bali. Terkadang ketika lelah dengan banyaknya
tugas kuliah, ketika uang jajajn sudah benar-benar habis, ketika mulai lelah
untuk selalu menjadi yang terbaik, ada kegalauan yang mendalam ingin pulang dan
berkumpul bersama keluarga. Namun ketika hal itu tidak bisa didapat, maka saya
sangat mensyukuri masih ada keluarga di Jogja yang bisa mengobati segala
kerinduan. Adalah Denika dan Cahya teman kos yang juga teman satu SMA yang
selalu ada ketika susah dan senang, yang akan selalu ada ketika jomblo dan
tidak jomblo.
Pak Andi yang sudah saya anggap seperti
orangtua sendiri, beserta keluarganya yang sangat hangat dan ramah. Ketika ada
hal penting yang saya bingung untuk putuskan, beliau adalah orangtua yang akan
pertama kali saya mintai nasihat. Selalu menyenangkan ketika menceritakan
pengalaman unik atau menarik yang baru saya dapat ke beliau.
Mas Denni
beserta keluarga betterlife, sosok yang saya jadikan panutan dalam bekerja dan
melakukan management diri, ikut membantu di tempat fitness mulai dari tempat
fitnessnya baru dibangun sampai sekarang sudah sangat ramai, sudah cukup membuat
saya menganggap Mas Denni seperti kakak sendiri.
Mbak Dessy dan
Mas Bagas, 2 kakak di Geodesi yang selalu memberikan pengalaman baru kepada
saya terkait bidang Geodesi, dua kakak yang akan selalu membantu saya setiap
ada permasalahan di dalam kuliah. Keluarga lainnya tentunya seluruh anggota
keluarga mahasiswa Teknik Geodesi, merupakan bagian dari keluarga besar saya di
Jogja. Baru-baru ini juga setelah mengikuti KKN, kini saya mempunyai keluarga
baru tidak hanya di Jogja, tapi juga di Pulau Seliu, Belitung.
“Dia” yang
baru-baru ini menemani malam minngu serta malam minngu yang akan datang, semoga
juga bisa bergabung ke dalam bagian keluarga dalam artian yang sebenarnya J
Ketika orang tua
saya nanti akan ke Jawa untuk ikut wisuda bersama saya, saat itu saya akan
dengan mudah mengatakan, “Jangan pernah takut keluar Bali, sekarang kita punya
banyak keluarga di luar sana”. Pendidikan memang membuat beberapa hal menjadi
lebih mudah, dan semoga apa yang saya pelajari selama di Jogja ini bisa merubah
hidup saya menjadi lebih baik, dan merubah hidup orang lain yang masih berjuang
seperti saya saat ini.
Dalam kegigihan menggapai masa
depan yang lebih baik – Made Sapta
No comments:
Post a Comment