Beberapa waktu
lalu saya dan dua orang teman saya yakni Imaddudin (Teknik Elektro UGM) dan
Bagas Lail (Teknik Geodesi UGM) mencoba membuat sebuah teknologi untuk mencegah
pelanggaran batas maritime di Indonesia. Alat ini ditujukan kepada nelayan, khususnya
nelayan di wilayah perbatasan. Ide awal dari alat ini yakni membuat alat yang
mampu memberikan peringatan dini dan menunjukkan dimana letak batas maritime
kepada nelayan yang sedang mendekati wilayah perbatasan. Alat ini juga
merupakan jawaban dari tantangan dosen saya, yakni Bapak Andi Arsana yang juga
merupakan pakar di bidang batas maritime. Beliau mengatakan ide pembuatan alat
ini sudah ia sampaikan sejak dulu, bahkan sebelum saya ‘lahir’ di Geodesi namun
baru bisa terealilasi tahun 2015 ini.
Proses
pembuatan alat ini juga melewati beberapa tahapan yang cukup panjang. Awalnya
saya hanya baru bisa menuangkan ide pembuatan alat ini kedalam bentuk karya
tulis ilmiah yang saya presentasikan pada bulan Mei 2015 di acara SIMPOSIUM Nasional di ITS bersama
Bagas dan Tegar. Saat itu masih belum tercipta alatnya secara fisik. Baru
kemudian pada bulan Agustus 2015 saya bekerjasa sama dengan Imaddudin untuk
menciptakan alat ini, yang kemudian kami beri nama SWATES (Suwanten Wates) atau
surara perbatasan.
Kompnen utama
alat ini yakni alarm dan GPS. Jadi peringatan dini sebelum melewati batas
maritime yang akan diberikan kepada nelayan berupa bunyi alarm. Pertanyaannya
dimana dan kapan alarm akan berbunyi. Alarm akan berbunyi ketika alat tepat
berada di garis batas dan akan terus berbunyi ketika sudah melewatinya. Adanya
GPS pada alat ini digunakan untuk menunjukkan dimana letak garis batasnya. GPS
yang digunakan yakni GPS Ublok, dengan ketelitian bisa sampai 2,5 meter.
Artinya GPS dapat melenceng dari lokasi yang dimaksud sejauh 2,5 meter, namun
untuk kepentingan pencegahan pelanggaran batas, bagi kami dengan ketelitian 2,5
meter sudah tergolong bagus. Untuk mengintegrasikan alarm dengan GPS digunakan
perangkat Adruino dengan bahasa Pemrograman C.
Jika dihitung
dari segi biaya Swates bisa dibilang cukup murah, kulang lebih Rp. 500. 000
untuk membuat satu alatnya. Jika diproduksi masal sangat memungkinkan biaya
pengeluarannya lebih murah lagi.
Di masa kuliah,
memang sangat menyenangkan dapat mengembangkan inovasi teknologi yang bisa
bermanfaat nyata bagi masyarakat. Sedikit pesan untuk teman-teman mahasiswa
khusunya mahasiswa Teknik, utamanya Teknik Geodesi, kerjasama dengan berbagai disiplin
ilmu lain selain dari yang kita peajari akan dapat berpeluang besar untuk
menghasilkan sebuah inovasi baru dibanding hanya berfokus dengan keilmuan
sendiri, jadi ada baiknya coba mulailah berkolaborasi dengan berbagai keilmuan
lain selain dari ilmu yang kita pelajari.
No comments:
Post a Comment