Hari ini tidak seperti biasanya saya menghadiri acara
seminar diluar Fakultas Teknik. Kalau biasanya saya dan teman-teman membuat
acara seminar, kali ini saya menjadi pesertanya. Bukan semiar tentang
Terestrial Laser Scanner, apalagi seminar kegeodesian. Seminar yang saya ikuti
adalah Seminar Politik Negara Maritim yang
diselenggarakan oleh mahasiswa jurusan ilmu sosial dan politik. Ada 6 pembicara
utama dalam seminar ini, tapi tentu saja motivasi saya hadir diacara ini yakni
karena 1 pembicaranya adalah ‘guru’ saya yang aktif bicara batas maritim yakni
Bapak Made Andi Arsana. Mengangkat tema batas maritim menjadi topik yang
menarik dibahas saat ini karena sebelumnya sempat dibahas di debat capres, disamping
topik “bocor-bocor” yang juga sempat heboh beberapa waktu lalu.
Tapi tunggu dulu, sejak kapan dosen Teknik Geodesi yang
dulunya prakter mengukur selokan kali code berbicara politik? Jawaban Pak Andi
dengan singkat yakni “Sejak tukang kayu memutuskan mencalonkan diri menjadi
Presiden” J
Bagi yang belum tahu tentang Geodesi, apalagi masih
bingung Geodesi itu fakultas apa, perlu diketahui selain mengukur ditambang,
perminyakan, di pertanahan, salah satu keahlian Geodesi yang lainnya adalah
mengukur batas wilayah. Bayangkan betapa luasnya lautan yang permuakaannya
dimana-mana hampir sama semua, lalu bagaimana menentukan batasnya?? Saya
sebagai mahasiswa Geodesi akan menjawabnya degan peta dan koordinat. Kalau saat
mahasiswa prakteknya mengukur selokan, maka kalau sudah bekerja geodesi akan mengukur
‘selokan’ yang membatasi Negara 1 dengan Negara lainnya, ya tidak jauh beda
dengan praktek sepertinya J
Kembali ke acara seminar, saya datang tanpa tiket masuk
karena sebelumnya tidak melakukan registrasi.
“Waiting list ya mas J” senyum manis
mahasiswi fisipol yang menyuruh saya untuk menunggu sampai ada kursi kosong
dulu baru boleh masuk. Coba tadi saya berangkat bersama dengan pembicaranya,
tentu tidak ada kata waiting list. J Konsep ‘waiting
list’ ini sepertinya cocok juga diterapkan diacara seminar di Geodesi nanti J
Tunggu saja nanti mahasiswi fisipol ikut seminar di Geodesi J
Setelah menunggu sekitar 5 menit, akhirnya saya berhasil
berada dialaman ruang seminar. Salah satu pembicara yang juga bagus saat itu
yakni bapak Faizal Basri yang menurut saya nasionalisme cukup tinggi. Beliau
sempat membandingkan harga jeruk asli Indonesia dengan jeruk impor dibeberapa
swalayan. Hasilnya cukup mengejutkan, harga jeruk asli lokal lebih mahal dari
pada jeruk impor,yang kualitasnya hampir sama, atau bisa yang impor lebih bagus.
Jika banyak iklan yang sering mengatakan cintailah produk lokal, jika meliat
harga jeruk ini apakah salah jika mengatakan nasionalisme itu mahal?? Tugas
saya dan pemuda lainnya untuk memperbaiki semua ini.
Seminarnya kali ini tentu tidak hanya soal jeruk, isu
batas maritime dijelaskan dengan menarik oleh Bapak Andi setelah Pak Faizal
Basri berbicara. Seperti biasanya andalannya adalah slide presentasinya. Karena
sudah mengikuti seminar Pak Andi kemana-mana, saya cukup hafal dengan tipe-tipe
slidenya kali ini. Salah satunya mungkin teman pembaca juga pernah lihat bagian
slide ini.
Saya tidak akan menulis
banyak secara teoritis tentang batsas maritime disini, karena saya juga belum
mengambil matakuliah tersebut.
Beberapa
isu menarik yang dibahas lainnya adalah isu tentang Sipadan dan Ligitan serta
kasus laut China Selatan. Isu yang beredar dulu adalah Indonesia kehilangan 2
pulau yakni Sipadan dan Ligitan, yang terjadi sebenarnya bukanlah kehilangan
melaikan Indonesia gagal menambha 2 pulau baru. Pak Andi menjelaskan wilayah
Indonesia dan Malaysia menurut teori yang saya lupa nama teorinya, wilayah
Indonesia dan Malaysia mengikuti luas wilayah penjajahnya yakni Belanda dan
Inggris. Lalu siapa yang menjajah Sipadan dan Ligitan dahulu? Baik Belanda dan
Inggris tidak memiliki data yang menjelaskan pernah menjajah 2 pulau tersebut.
Akhirnya terjadilah pengklaiman berdasarkan sejarah kerajaan di masa lalu.
Indonesia dan Malaysia sama-sama mengajukan pengklaiman ke PBB dengan data
sejarah, namun keduanya ditolak PBB. Akhirnya PBB memberikan putusan Negara
mana yang dalam sejarahnya ataupun dalam masa penjajahan dapat memberikan bukti
pernah merawat atau melakukan pembangunan di daerah Sipadan dan Ligitan berhak
atas pulau tersebut. Dan yang terjadi adalah Inggris pernah membangun mercusuar
didaerah sipadan dal ligitan dengan bukti yang cukup jelas. Pada akhirnya
Indonesia gagal menambah 2 pulau tersebut.
Berbeda
lagi dengan kasus laut China selatan yang dimana biasanya pulau diapit oleh
lautan, kalau Laut China Selatan adalah lautan yang diapit oleh beberapa pulau,
dan ribetnya adalah beberapa pulau tersebut berbeda Negara. Jika membahas kasus
ini akan jadi lebih dari 1 paper sepertinya, jadi selengkapnya silahkan tanya pada
Bapak Andi Arsana.
Setelah
dipikir kembali, hal-hal teknis dalam kemaritiman ini memang perlu seorang ahli
dalam memberikan keputusan ataupun penjelasan mengenai kasus yang terjadi. Apalagi
jika dibawa ke dunia politik, jika ada pemimpin Negara yang mengatakan,
“Kita tidak boleh kehilangan pulau lagi!”,
maksudnya kehilangan yang mana??
“Kita
harus terlibat dalam pengklaiman lau China selatan!” Apakah semudah itu
berbicara melakukan pengklaiman??
Apalagi
bicara soal batas maritim Indonesia dan Malaysia, dimana letak batas maritime yang
sebenarnya? Tidak bisa asal bilang ganyang Malaysia ketika Malaysia melewat
batas jika kamu sendiri tidak tahu dimana batasnya. Disinilah peran Teknik
Geodesi dalam menjelaskan batas yang jelas J. Semua bidang
ilmu punya peran masing-masing, pesan untuk yang berpolitik disana, tiap keputusan
dan kebijakan tentu akan lebih baik jika diambil dengan pertimbangan dari ahli
dibidang ilmunya, jangan hanya bilang tegas tanpa dasar ilmu yang jelas J
Best Regards
Made Sapta
Teknik Geodesi UGM 2012
No comments:
Post a Comment