A. Survei Penentuan Posisi Secara Umum
Survei GPS
Survei
penentuan posisi dengan pengamatan satelit GPS (survei GPS) secara umum dapat didefinisikan
sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah
titik yang telah diketahui koordinatnya, dengan menggunakan metode penentuan
posisi diferensial (differential
positioning) serta data pengamatan fase (carrier
phase) dari sinyal GPS.
Posisi
titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap pusat bumi
dengan menggunakan metode absolute (point)
positioning, ataupun terhadap titik lainnya yang telah diketahui
koordinatnya (monitor station) dengan
menggunakan metode differential (relative)
positioning yang menggunakan minimal dua receiver GPS, yang menghasilkan
ketelitian posisi yang relatif lebih tinggi. GPS dapat memberikan posisi secara
instan (real-time) ataupun sesudah
pengamatan setelah data pengamatannya di proses secara lebih ekstensif (post processing) yang biasanya
dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik. Secara umum
kategorisasi metode dan system penentuan posisi dengan GPS ditunjukkan pada
Gambar 1 berikut.
Gambar1. Metode Penentuan Posisi dengan GPS
Jaring Kontrol Horisontal
Jaring
kontrol horisontal adalah sekumpulan titik kontrol horisontal yang satu sama
lain dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan koordinatnya
ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam suatu sistem
referensi kordinat horisontal tertentu. Kualitas dari koordinat titik-titik
dalam suatu jaring kontrol horisontal umumnya akan dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti sistem peralatan yang digunakan untuk pengukuran/pengamatan,
geometri jaringan, strategi pengukuran/pengamatan, serta strategi pengolahan
data yang diterapkan.
Pengadaan
jaring titik kontrol horisontal di Indonesia sudah dimulai sejak jaman
penjajahan Belanda, yaitu dengan pengukuran triangulasi yang dimulai pada tahun
1862. Selanjutnya dengan pengembangan sistem satelit navigasi Doppler
(Transit), sejak tahun 1974 pengadaan jaring titik kontrol juga mulai
memanfaatkan sistem satelit ini. Dengan berkembangnya sistem satelit GPS, sejak
tahun 1989, pengadaan jaring titik kontrol horisontal di Indonesia umumnya
bertumpu pada pengamatan satelit GPS ini.
Pada
dasarnya pada saat ini, jaring titik kontrol horisontal di Indonesia dapat
dikelompokkan sebagaimana yang diberikan pada tabel berikut:
Kalsifikasi Jaring
|
Jarak Tipikal antar Titik
|
Fungsi saat ini
|
Metode Pengamatan
|
|
Orde-0
|
500 km
|
Jaring kontrol geodetik nasional
|
Survei GPS
|
|
Ored-1
|
100 km
|
Jaring kontrol geodetik regional
|
Survei GPS
|
|
Orde-2
|
10 km
|
Jaring kontrol kadastral regional
|
Survei GPS
|
|
Orde-3
|
2 km
|
Jaring kontrol kadastral lokal
|
Survei GPS
|
|
Orde-4
|
0.1 km
|
Jaring kontrol pemetaan kadastral
|
Survei Poligon
|
Tabel1. Status Jaring Titik Kontrol Horisontal
Selanjutnya
akan dibahas lebih spesifik mengenai metode penentuan posisi dengan Relatif
Statik.
B. Penentuan Posisis dengan Metode
Relatif Statik
Pengertian Pengukuran dengan Metode
Relatif Statik
Survei
statik digunakan untuk menentukan koordinat dari titik-titik kontrol yang
relatif berjarak jauh satu dengan lainnya serta menuntut orde ketelitian yang
relatif lebih tinggi. Berikut ilustrasi gambar penentuan posisi dengan Metode
Relatif Statik.
Gambar 2.
Penentuan Posisi Metode Relatif Statik
Dalam
penetuan posisi dengan Metode Relatif Statik Receiver yang berfungsi sebagai
observer berada dalam keadaan diam. Salah satu receiver juga berdiri pada titik
yang sudah diketahui koordinatnya (Stasiun Referensi). Posisi akan diturunkan
relative terhadap stasiun referensi.
Peralatan
Penentuan Posisi dengan Survei GPS
Secara
lebih spesifik, dalam pengadaan jaring titik kontrol horizontal dengan
menggunakan pengamatan satelit GPS, maka spesifikasi teknis untuk sistem
peralatan juga harus memenuhi hal-hal berikut :
a. Receiver
GPS yang digunakan sebaiknya mampu mengamati secara simultan semua satelit yang
berada di atas horison (all in view capability);
b.Seluruh
pengamatan harus menggunakan receiver GPS tipe geodetik yang mampu mengamati
data kode (pseudorange) dan fase pada dua frekuensi L1 dan L2, kecuali untuk
pengamatan jaring Orde-3 yang cukup pada frekuensi L1 saja;
c. Antena
receiver GPS berikut kelengkapannya (seperti kabel dan alat pengukur tinggi
antena) merupakan satu kesatuan dari tipe dan jenis receiver yang digunakan
sesuai standar pabrik;
d.
Tripod (kaki segitiga) yang digunakan
harus kokoh dan dilengkapi dengan dudukan (mounting) untuk pengikat
unting-unting dan tribrach yang dilengkapi centering optis sebagai dudukan
antena GPS;
e. Untuk
pengadaan jaring Orde-00 s/d Orde-1, peralatan pengukur parameter meteorologis,
yaitu termometer, barometer, dan hygrometer, harus tersedia untuk setiap unit
receiver;
f. Pada
lokasi dimana pemantulan sinyal GPS (multipath) mudah terjadi seperti di
pantai, danau, tebing, bangunan bertingkat, antena harus dilengkapi dengan
ground plane untuk mereduksi pengaruh tersebut;
g.Setiap
unit receiver GPS di lapangan sebaiknya dilengkapi dengan satu unit komputer
laptop, untuk penyimpanan data serta pengolahan awal baseline;
h.Setiap
unit receiver GPS di lapangan sebaiknya dilengkapi dengan peralatan radio
komunikasi yang mempunyai kemampuan jangkauan yang lebih panjang dari baseline
terpanjang dalam jaringan;
i. Pihak
pelaksana pekerjaan disarankan untuk membawa generator, pengisi baterai
(battery charger) dan alat pemotong pepohonan (seperti golok dan gergaji),
sebagai peralatan lapangan untuk setiap tim pengamat.
Tahapan
pelaksanaan survei GPS
Proses
pelaksanaan suatu survei GPS oleh suatu kontraktor (pelaksana), secara umum akan meliputi tahapan-tahapan :
perencanaan dan persiapan, pengamatan (pengumpulan data), pengolahan data, dan pelaporan. Seandainya survei GPS
tersebut dilakukan secara swakelola oleh instansi pemerintah yang terkait (seperti BAKOSURTANAL dan BPN), maka
tahapan pendefinisian survei dan tinjau-ulang survei juga sebaiknya
dilaksanakan, masing-masing di awal dan akhir dari tahapan-tahapan pelaksanaan survey.
Patut
ditekankan disini bahwa tingkat kesuksesan pelaksanaan suatu survei GPS akan sangat
tergantung dengan tingkat kesuksesan pelaksanaan setiap tahapan pekerjaannya
yang ditunjukkan pada Gambar 3. Di antara tahapan-tahapan tersebut, tahap
perencanaan dan persiapan adalah suatu tahap yang sangat menentukan, dan perlu
dilakukan secara baik, sistematis, dan menyeluruh.
Metode dan Strategi Pengamatan
Berkaitan
dengan pengamatan satelit untuk pengadaan jaring titik kontrol geodetik orde-1 sampai
dengan orde-3 dan orde-4 (GPS), maka ada beberapa spesifikasi yang perlu
diperhatikan, yaitu :
a. Pengamatan
satelit GPS minimal melibatkan penggunaan 3 (tiga) penerima (receiver) GPS
secara bersamaan;
b. Setiap
penerima GPS yang digunakan sebaiknya dapat menyimpan data minimum untuk satu
hari pengamatan;
c. Pada
setiap titik, ketinggian dari antena harus diukur sebelum dan sesudah
pengamatan satelit, minimal tiga kali pembacaan untuk setiap pengukurannya. Perbedaan
antara data-data ukuran tinggi antena tersebut tidak boleh melebihi 2 mm;
d. Minimal
ada satu titik sekutu yang menghubungkan dua sesi pengamatan, dan akan lebih
baik jika terdapat baseline sekutu;
e. Di
akhir suatu hari pengamatan, seluruh data yang diamati pada hari tersebut harus
diungguhkan (download) ke komputer dan disimpan sebagai cadangan (backup) dalam
disket ataupun CD ROM;
f. Pada
suatu sesi pengamatan, pengukuran data meteorologi dilaksanakan minimal tiga kali,
yaitu pada awal, tengah, dan akhir pengamatan;
g. Setiap
kejadian selama pengamatan berlangsung yang diperkirakan dapat mempengaruhi
kualitas data pengamatan yang harus dicatat. Data dan informasi dari pengamatan
satelit GPS di lapangan di atas harus dicatat dalam formulir catatan lapangan
Metode dan Strategi Pengolahan Data
Berkaitan
dengan pengolahan data survei GPS ada beberapa hal yang juga perlu
dispesifikasikan yaitu:
a. Seluruh
data pengamatan GPS di konversi ke rinex (receiver independent exchange format)
;
b. Untuk
pengolahan baseline GPS, perangkat lunak yang digunakan sebaiknya disesuaikan
dengan penerima GPS yang digunakan;
c. Dalam
pengolahan baseline GPS, koordinat dari titik referensi yang digunakan untuk penentuan
vektor baseline tidak boleh berasal dari hasil penentuan posisi secara absolut.
d. Untuk
pengolahan data survei GPS untuk pengadaan jaringan orde-1 s.d. Orde-4 (GPS), perangkat
lunak untuk perataan jaring (bebas maupun terikat) boleh tidak sama dengan perangkat
lunak yang digunakan untuk pengolahan baseline.
e. Proses
pengolahan data survei gps, sebaiknya menghasilkan informasi berikut :
·
Daftar koordinat definitif dari semua
titik dalam jaringan yang dihasilkan dari perataan jaring terikat berikut
matriks variansi-kovariansinya;
·
Daftar nilai baseline definitif hasil
perataan jaring terikat berikut nilai simpangan bakunya serta nilai koreksinya
terhadap nilai baseline hasil pengamatan;
·
Elips kesalahan titik untuk setiap
titik;
·
Elips kesalahan relatif untuk setiap
baseline yang diamati;
·
Hasil dari uji-uji statistik yang
dilakukan terhadap nilai residual setelah perataan.
f. Koordinat
definitif dari titik kontrol orde-00 sampai dengan orde-3 serta orde-4 (gps) harus
dinyatakan dalam datum dgn-95, dalam bentuk :
·
Koordinat kartesian 3-d (x,y,z);
·
Koordinat geodetik (lintang, bujur,
tinggi ellipsoid);
·
Koordinat proyeksi utm (utara, timur).
g. Koordinat
definitif dari titik kontrol orde-4 harus dinyatakan dalam datum dgn-95, dalam
bentuk koordinat proyeksi tm-3 atau utm.
Format
Pelaporan Hasil
Secara
lebih terperinci, format pelaporan suatu proyek pengadaan jaring titik kontrol horizontal
umumnya akan berupa :
1. Pelaporan
pelaksanaan pekerjaan dalam bentuk laporan pendahuluan, laporan antara dan
laporan akhir.
2. Hasil
akhir yang harus diserahkan umumnya adalah sebagai berikut :
·
Monumen titik kontrol di lapangan;
·
Deskripsi tugu titik kontrol berikut
foto dan peta lokasi;
·
Daftar koordinat titik kontrol berikut
matriks variansi kovariansinya;
·
Peta distribusi titik kontrol dalam
bentuk peta dijital dan cetakannya;
·
Data pengamatan baik berupa salinan
lunak (soft copy) maupun salinan keras (hard copy);
·
Seluruh formulir-formulir lapangan,
yaitu formulir rekonaisans titik, deskripsi titik, sketsa lokasi, foto tugu,
serta formulir catatan lapangan ;
·
Seluruh hasil pengamatan dan pengolahan
data.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan
Standarisasi Nasional.2002. Jaring
Kontrol Horisontal. http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/sni/SNI/SNI%2019-6724-2002.pdf.
Diakses pada 1 Maret 2015
Z.Abidin,Hasanuddin.
2007. GPS Positioning. http://geodesy.gd.itb.ac.id/hzabidin/wp-content/uploads/2007/02/gps-3-upd.pdf. Diakses
pada 1 Maret 2015
Mantab pake B
ReplyDelete